Selasa, 17 April 2012

Sengkang Kabupaten Wajo


Suatu kota yang mengesankan bukanlah dilihat dari seberapa banyak bangunan tinggi, atau seberapa ramai kendaraan yang lalu lalang di kota tersebut. Sebuah kota yang mengesankan apabila kota tersebut bisa memelihara semua bangunan tua yang menjadi penanda akan kejayaan di masa yang lampau, sekaligus menjaga nilai luhur tersebut hingga masa kini. Jika diartikan dengan bahasa sederhana, suatu kota baru bisa dikatakan mengesankan ketika kota tersebut bisa mempertahankan bangunan tuanya. Banyak kota-kota besar di eropa yang sering dikunjungi turis karena kotaa-kota tersebut mengesankan dengan bangunan-bangunan tuanya yang masih bertahan dan menuliskan sejarah hingga kini.
Di kota Sengkang, banyak bangunan tua yang masih bertahan dan dijaga hingga kini. Misalnya bangunan Saoraja atau istana raja di masa silam. Juga banyak rumah-rumah warga yang masih dipertahankan bentuk aslinya, yaitu rumah panggung yang terbuat dari kayu. Misalnya, Bola Seratu’e (Rumah Seratus) dikatakan Rumah Seratus karena rumah panggung yang terbuat dari kayu ini memiliki tiang yang berjumlah seratus tiang. Jika dibandingkan dengan Makassar atau Sungguminasa (pusat kerajaan Gowa), maka kota Sengkang jauh lebih banyak memiliki bangunan kayu.
Menurut sejarawan, sejarah Sengkang sebagai ibu kota Wajo adalah sejarah yang terpinggirkan di kalangan orang Bugis. Sebab, pada saat perang Makassar –peperangan yang paling dahsyat di Sulawesi.- posisi Wajo adalah pihak Makassar dan bersama-sama melawan VOC. Perang Makassar adalah perang yang memperhadapkan Kerajaan Gowa melawan koalisi. Yaitu, Bugis, Buton, Ternate dan Belanda. Dalam peperangan itu, posisi Gowa jelas akan kalah melawan air bah kekuatan terbesar itu. namun sejarah juga menerangkan bahwa tidak semua kekuatan Bugis berkumpul di Arung Palakka. Buktinya, Wajo lebih memihak Sultan Hasanuddin dan mati-matian mempertahankan Hasanuddin.
Memang, kalau dilihat dari sisi Indonesia, posisi itu sangatlah strategis sebab melawan kolonialisme yang bercokol di nusantara. Namun, jika dilihat dari sisi Wajo sebagai salah satu pusat etnis Bugis, sama halnya dengan Bone, maka sangat aneh jika Wajo tidak memihak pada Bone. Makanya dikalangan orang Bugis, maka posisi Wajo sering disebut dengan pengkhianat karena tidak memihak pada raja Bone. Arung Palakka.
Sebutan pengkhianat itu ditentang habis-habisan oleh beberapa orang yang mengerti sejarah Bugis Sengkang. Mestinya, sejarah dibaca secara konstektual, tidak dibaca dari kepentingan masa kini. “Pada saat itu, semua Kerajaan memiliki rasionalitas tersendiri yang harus dipahami sesuai dengan pergerakan kekuatan pada masaa itu”. Kata salah seorang yang mengerti sejarah kota Sengkang dengan nada penuh semangat.
Yusran Darmawan
Editor: Ririn Sunadi

Tidak ada komentar: