Kamis, 31 Mei 2012

i Lagaligo Putra Sawerigading


Nama dan Peristiwa
i Lagaligo putra Sawerigading

I Lagaligo merupakan  tokoh bugis yang banyak dibahas para sejarawan dalam berbagai versi. Bisa dibilang I Lagaligo Putra Sawerigading merupakan perpaduan antara mitos dan sejarah. Namun demikian, I Lagaligo sudah terlanjur melegenda baik di tanah Bugis maupun di daerah lain bahkan menjadi legenda dunia yang dibicarakan banyak orang. Dari  sekian versi tentang Sejarah Bugis I Lagaligo PUtra Sawerigading dapat kami paparkan secara ringkas di sini.
Epik ini dimulai dengan penciptaan dunia. Ketika dunia ini kosong (merujuk kepada Sulawesi Selatan), Raja Di Langit, La Patiganna, mengadakan suatu musyawarah keluarga dari beberapa kerajaan termasuk Senrijawa dan Peretiwi dari alam gaib dan membuat keputusan untuk melantik anak lelakinya yang tertua, La Toge’ langi’ menjadi Raja Alekawa (Bumi) dan memakai gelar Batara Guru. La Toge’ langi’ kemudian menikah dengan sepupunya We Nyili’timo’, anak dari Guru ri Selleng, Raja alam gaib. Tetapi sebelum Batara Guru dinobatkan sebagai raja di bumi, ia harus melalui suatu masa ujian selama 40 hari, 40 malam. Tidak lama sesudah itu ia turun ke bumi, yaitu di Ussu’, sebuah daerah di Luwu’, sekarang wilaya Luwu Timur dan terletak di Teluk Bone.
Batara Guru kemudian digantikan oleh anaknya, La Tiuleng yang memakai gelar Batara Lattu’. Ia kemudian mendapatkan dua orang anak kembar yaitu Lawe atau La Ma’dukelleng atau Sawerigading (Putera Ware’) dan seorang anak perempuan bernama We Tenriyabeng. Kedua anak kembar itu tidak dibesarkan bersama-sama. Sawerigading ingin menikahi We Tenriyabeng karena ia tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan darah dengannya. Ketika ia mengetahui hal itu, ia pun meninggalkan Luwu’ dan bersumpah tidak akan kembali lagi. Dalam perjalannya ke Kerajaan Tiongkok, ia mengalahkan beberapa pahlawan termasuklah pemerintah Jawa Wolio yaitu Setia Bonga. Sesampainya di Tiongkok, ia menikah dengan putri Tiongkok, yaitu We Cudai.
Sawerigading digambarkan sebagai seorang kapten kapal yang perkasa dan tempat-tempat yang dikunjunginya antara lain adalah Taranate (Ternate di Maluku), Gima (diduga Bima atau Sumbawa), Jawa Rilau’ dan Jawa Ritengnga, Jawa Timur dan Tengah), Sunra Rilau’ dan Sunra Riaja (kemungkinan Sunda Timur dan Sunda Barat) dan Melaka. Ia juga dikisahkan melawat surga dan alam gaib. Pengikut-pengikut Sawerigading terdiri dari saudara-maranya dari pelbagai rantau dan rombongannya selalu didahului oleh kehadiran tamu-tamu yang aneh-aneh seperti orang bunian, orang berkulit hitam dan orang yang dadanya berbulu.
Sawerigading adalah ayah I La Galigo (yang bergelar Datunna Kelling). I La Galigo, juga seperti ayahnya, adalah seorang kapten kapal, seorang perantau, pahlawan mahir dan perwira yang tiada bandingnya. Ia mempunyai empat orang istri yang berasal dari pelbagai negeri. Seperti ayahnya pula, I La Galigo tidak pernah menjadi raja.
Anak lelaki I La Galigo yaitu La Tenritatta’ adalah yang terakhir di dalam epik itu yang dinobatkan di Luwu’.
Isi epik ini merujuk ke masa ketika orang Bugis bermukim di pesisir pantai Sulawesi. Hal ini dibuktikan dengan bentuk setiap kerajaan ketika itu. Pemukiman awal ketika itu berpusat di muara sungai dimana kapal-kapal besar boleh melabuh dan pusat pemerintah terletak berdekatan dengan muara. Pusat pemerintahannya terdiri dari istana dan rumah-rumah para bangsawan. Berdekatan dengan istana terdapat Rumah Dewan (Baruga) yang berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dan tempat menyambut pedagang-pedagang asing. Kehadiran pedagang-pedagang asing sangat disambut di kerajaan Bugis ketika itu. Setelah membayar cukai, barulah pedagang-pedagang asing itu boleh berniaga. Pemerintah selalu berhak berdagang dengan mereka menggunakan sistem barter, diikuti golongan bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Hubungan antara kerajaan adalah melalui jalan laut dan golongan muda bangsawan selalu dianjurkan untuk merantau sejauh yang mungkin sebelum mereka diberikan tanggung jawab. Sawerigading digambarkan sebagai model mereka.
La Galigo di Sulawesi Tengah
Nama Sawerigading I La Galigo cukup terkenal di Sulawesi Tengah. Hal ini membuktikan bahwa kawasan ini mungkin pernah diperintah oleh kerajaan purba Bugis yaitu Luwu’.

lanjut di nama dan Peristiwa II: i Lagaligo Putra Sawerigading (edisi 2)

Rabu, 16 Mei 2012

Bugis Sengkang


Sekarang ini, ada kebiasaan baru setelah jenazah dikuburkan, yaitu imam atau ustadz dipesankan oleh keluarga orang yang sudah meninggal itu agar melanjutkan dengan ceramah dikuburan sebelum rombongan/pelayat pulang dari kuburan. Ceramah atau pesan-pesan agama yang umumnya disampaikan sekaitan dengan kematian dan persiapan menghadapi kematian, bahwa kematian itu pasti akan menemui/dihadapi setiap orang didunia ini dan karenanya, supaya mendapatkan keselamatan dari siksa alam kubur serta mendapatkan kebahagian didunia maupun di akherat, maka seseorang harus mengisi hari-hari kehidupannya dengan berbuat baik dan amal kebajikan sebanyak mungkin. Sebelum rombongan pengiring mayat pulang,biasanya pihak keluarga terdekat menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus penyampaian undangan takziah. Semalaman, di rumah duka diadakan tahlilan dan khatam Al-Quran, yaitu membaca al-Quran secara bergantian. Dari sini mulainya bilampenni, yaitu upacara selamatan sekaligus penghitungan hari kematian yang dihitung mulai dari hari penguburan jenazah. Biasa dalakukan selamatan tujuh hari atau empat puluh harinya. Sekarang ini, upacara bilampenni sudah bergeser namanya menjadi tiga malam saja. Sebagai penutup, pada esok harinya dilakukan dzikir barzanji dan dilanjutkan santap siang bersama kerabat-kerabat yang di undang.

Dalam adat bugis, apabila salah seseorang meninggal dunia maka beberapa hari kemudian, biasanya pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, hari keseratus atau kapanpun keluarga jenazah mampu dilaksanakan satu upacara adat yang disebut mattampung, dalam upacara adat ini dilakukan penyembilan sapi. Upacara adat mattampung akan dibahas khusus di artikel kampung bugis selanjutnya.

Sejarah Kerajaan Wajo 3


Beberapa sejarah tentang kerajaan wajo telah kami uraikan di tulisan-tulisan sebelumnya. Demikianlah kearifan lokal dari budaya wajo, semoga kita bisa meneladani sifat para raja wajo yang selalu tunduk pada aturan, tidak serakah. Selalu mengikuti keinginan rakyat bukannya mempermainkan rakyat dengan janji-janji manis. Raja wajo adalah orang yang rendah diri, menghormati anggota dewan, sayang dengan rakyat, jujur, ulet, menghindari sifat tercela. Orang wajo bebas berpendapat tetapi menghindari kata-kata yang yang tercela apalagi menyinggung. Marilah kita lestarikan nilai kearifan budaya kita dengan tetap santun, menghormati kemerdekaan yang ada pada orang lain. Jangan sampai terjadi seperti ucapan salah satu pemerhati budaya wajo. Beliau menyatakan jangan sampe warisan budaya ammaradekangenna to wajoe (kemerdekaan orang wajo) kita salah artikan menjadi ”

MARADEKA TO WAJOE MATANRE SIRI TAPI DE’ NAPPAU, ANDI’E NAPAPUANG

(merdeka orang wajo, rasa malunya tinggi tapi cuma diam, andi(bangsawan) saja yang di tonjolkan/diabdikan/dijunjung/disanjung/dihormati)

Jadi jika ingin belajar tentan demokrasi tidak perlu jauh-jauh ke Luar Negeri, cukup membuka dan mempelajari sejarah dan catatan peninggalan masa lampau seperti dari Kerajaan Wajo.

Berikut kami tuliskan daftar raja-raja wajo. Daftar ini tidak dijamin kevalidannya, namun mudah-mudahan dapat menjadi salah satu referensi.
1. La Palewo to Palippu (±1474-1481)
2. La Obbi Settiriware (±1481-1486)
3. La Tenriumpu to Langi (±1486-1491)
4. La Tadampare Puangrimaggalatung (±1491-1521) Lowong 3 tahun
5. La Tenri Pakado To Nampe (±1524-1535)
6. La Temmassonge (±1535-1538).
7. La Warani To Temmagiang (±1538-1547).
8. La Malagenni (±1547)
9. La Mappauli To Appamadeng (±1547-1564)
10. La Pakoko To Pa’bele’ (±1564-2567)
11. La Mungkace To Uddamang (±1567-1607)
12. La Sangkuru Patau Mulajaji (±1607-1610)
13. La Mappepulu To Appamole (±1612-1616)
14. La Samalewa To Appakiung (±1616-1621)
15. La Pakallongi To Alinrungi (±1621-1626)
16. To Mappassaungnge (±1627-1628).
17. La Pakallongi To Alinrungi (1628-1636),
18. La Tenri lai to Udamang (1636-1639)
19. Isigajang To Bunne (±1639-1643),
20. La Makkaraka To Patemmui (±1643-1648).
21. La Temmasonge (±1648-1651)
22. La Paramma To Rewo (±1651-1658)
23. La Tenri Lai To Sengngeng (±1658-1670)
24. La Palili To Malu’ (±1670-1679)
25. La Pariusi Daeng Manyampa (±1679-1699),
26. La Tenri Sessu (±1699-1702)
27. La Mattone’ (±1702-1703)
28. La Galigo To Sunnia (±1703-1712)
29. La Tenri Werung (±1712-1715)
30. La Salewangeng To Tenriruwa (±1715-1736)
31. La Maddukkelleng Daeng Simpuang (±1736-1754)
32. La Mad’danaca (±1754-1755)
33. La Passaung (±1758-1761)
34. La Mappajung puanna salowo (1761-1767)
35. La Malliungeng (±1767-1770) Lowong 25 tahun
36. La Mallalengeng (±1795-1817) Lowong 4 tahun
37. La Manang (±1821-1825). Lowong 14 tahun
38. La Pa’dengngeng (±1839-1845) Lowong 9 tahun
39. La Pawellangi PajumperoE (±1854-1859).
40. La Cincing Akil Ali (±1859-1885)
41. La Koro (±1885-1891)
42. La Patongai Datu Lompulle

Korte Veklaring 1906 menyebabkan berubahnya status kerajaan Wajo menjadi bagian dari jajahan Belanda dan berubahnya struktur kerajaan menjadi Onder-Afdeling Wajo dibawah Afdeling Bone

43. Ishak Manggabarani Krg Mangeppe (1900-1916) Lowong 10 tahun
44. A.Oddangpero Datu Larompong (1926-1933)
45. A.Mangkona Datu Mario (1933-1949)

Pjs Arung Matowa (peralihan).
1. A.Sumangerukka datu pattojo (ex patola putra AMW 44) 1949
2. A. Ninnong (ex ranreng tuwa) 1949

Pemerintah Daerah era transisi (1950-1957)
1. A.Pallawarukka (ex pilla)
2. A. Magga Amirullah (ex sulewatang pugi)
3. A. Pallawarukka (masa jabatan kedua)

Bupati (1957-sekarang)

Demikian sejarah singkat Kerajaan Wajo yang dapat kami sajikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin..

Previous (Sejarah Kerajaan Wajo 2)

Selasa, 15 Mei 2012

Tahapan Upacara Kematian dalam Adat Bugis

Dari sekian banyak upacara adat yang dilaksanakan di kampung-kampung Bugis seperti upacara Peresmian Rumah Baru (Menre Bola Baru), Mappadendang, dan lain sebagainya.  Terdapat satu upacara adat yang disebut Ammateang atau Upacara Adat Kematian yang dalam adat Bugis merupakan upacara yang dilaksanakan masyarakat Bugis saat seseorang dalam suatu kampung meninggal dunia.

Keluarga, kerabat dekat maupun kerabat jauh, juga masyarakat sekitar lingkungan rumah orang yang meninggal itu berbondong-bondong menjenguknya. Pelayat yang hadir biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga yang ditinggalkan) berupa barang atau kebutuhan untuk mengurus mayat, selain itu ada juga yang membawa passolo (amplop berisi uang sebagai tanda turut berduka cita). Mayat belum mulai diurus seperti dimandikan dan seterusnya sebelum semua anggota terdekatnya hadir. Barulah setelah semua keluarga terdekatnya hadir, mayat mulai dimandikan, yang umumnya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memang biasa memandikan mayat atau oleh anggota keluarganya sendiri.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ketika memandikan mayat, yaitu mabbolo (menyiramkan air ke tubuh mayat diiringi pembacaan do’a dan tahlil), maggoso’ (menggosok bagian-bagian tubuh mayat), mangojo (membersihkan anus dan kemaluan mayat yang biasa dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga seperti anak,adik atau oleh orang tuanya) dan mappajjenne’ (menyiramkan air mandi terakhir sekaligus mewudhukan mayat). Orang -orang yang bertugas tersebut diberikan pappasidekka (sedekah) berupa pakaian si mayat ketika hidupnya lengkap dengan sarung, baju, celana, dan lain sebagainya. Mayat yang telah selesai dimandikan kemudian dikafani dengan kain kaci (kain kafan) oleh keluarga terdekatnya. Setelah itu imam dan beberapa pengikutnya menyembahyangkan mayat menurut aturan Islam. Sementara diluar rumah, anggota keluarganya membuat ulereng (usungan mayat) untuk golongan tau samara (orang kebanyakan) atau Walasuji (untuk golongan bangsawan) yang terbentuk 3 susun. Bersamaan dengan pembuatan ulereng, dibuat pula cekko-cekko, yaitu semacam tudungan yang berbentuk lengkungan panjang sepanjang liang lahat yang akan diletakan diatas timbunan liang lahat apabila jenazahnya telah dikuburkan. Dan apabila, semua tata cara keislaman telah selesai dilakukan dari mulai memandikan, mengafani, dan menyembahyangkan mayat, maka jenazahpun diusung oleh beberapa orang keluar rumah lalu diletakan diatas ulereng.

Tata cara membawa usungan atau ulureng ini terbilang unik. Ulereng diangkat keatas kemudian diturunkan lagi sambil melangkah ke depan, ini diulangi hingga 3 kali berturut-turut, barulah kemudian dilanjutkan dengan perlahan menuju ke pekuburan diikuti rombongan pengantar dan pelayat mayat. Iring-iringan pengantar jenazah bisa berganti-gantian mengusung ulereng. Semua orang-orang yang berpapasan dengan iringan pengantar jenazah harus berhenti, sedangkan orang-orang yang berjalan/berkendara dari belakang tidak boleh mendahului rombongan pengantar jenazah hingga sampai di areal pekuburan. Di pekuburan, sudah menanti beberapa orang yang akan bekerja membantu penguburan jenazah. Sesampai di kuburan, mayat segera diturunkan kedalam liang lahat. Imam atau tokoh masyarakat kemudian meletakkan segenggam tanah yang telah dibacakan doa atau mantera-mantera ke wajah jenazah sebagai tanda siame’ (penyatuan) antara tanah dengan mayat.setelah itu, mayat mulai ditimbuni tanah sampai selesai. Lalu Imam membacakan talkin dan tahlil dengan maksud agar si mayat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat penjaga kubur dengan lancar. Diatas pusara diletakan buah kelapa yang telah dibelah 2 dan tetap ditinggalkan diatas kuburan itu. Diletakan pula payung dan cekko-cekko’. Hal ini juga masih merupakan warisan kepercayaan lama orang Bugis Makassar, bahwa meskipun seseorang telah meninggal dunia, akan tetapi arwahnya masih tetap berkeliaran. Karena itu, kelapa dan airnya yang diletakan diatas kuburan dimaksudkan sebagai minuman bagi arwah orang yang telah meninggal, sedangkan payung selain untuk melindungi rohnya, juga merupakan simbol keturunan.

Sumber:
Bugissengkang

Bugis Sengkang in facebook

Rabu, 09 Mei 2012

Sejarah Kerajaan Wajo 2


Sejak dahulu kerajaan wajo tidak seperti halnya dengan kerajaan yang ada di sulawesi maupun yang ada di nusantara ini. Kerajaan wajo bukanlah milik kalangan tertentu atau bangsawan saja yang diwariskan secara turun temurun. Kerajaan wajo merupakan kerajaan bersama pemerintah dengan rakyat. Seorang raja diangkat bukan berdasarkan keturunan tetapi melalui hasil keputusan rapat pemangku adat atau rapat dewan adat Arung Patappulo’e (dewan adat beranggotakan 40 orang). Jadi sejak dahulu di wajo telah dibentuk anggota dewan sama seperti yang ada di indonesia sekarang.

Seorang Raja/Arung yang diangkat harus tunduk kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan harus menghargai kebebasan atau kemerdekaan setiap individu yang ada di wajo. Di wajo ditanamkan sikap kemerdekaan yang tinggi, setiap raja harus menanamkan bahwa ”To Wajo’e Ri Laleng Tampu Mopi Na Maradeka” artinya “setiap orang wajo itu masih sejak di dalam kandungan dia sudah merdeka” jadi tidak satupun yang boleh merampas kebebasan tersebut sekalipun itu seorang raja.

Kini bekas kerajaan yang berakhir tahun 1948, adalah wilayah yang kemudian disebut sebagai Kabupaten Wajo. Sumber penghidupan masyarakat Wajo sejak masa kerajaan yaitu pertanian, perikanan dan perkebunan, sampai sekarang masih menjadi andalan mereka.

Kejayaan Bugis masa lalu, dipercaya karena kesediaan masyarakat Bugis waktu itu menghargai keberadaan para Arung atau raja. Para Arung atau raja adalah pusat kekuasaan dan kesejahteraan mereka. Pada masa kini, sebuah simbol barangkali memang masih dibutuhkan kehadirannya, untuk menyatukan masyarakat dalam harmoni. Harmoni untuk kedamaian hidup bermasyarakat.

Pada pemerintahan La Salewangeng to tenrirua Arung Matowa ke 30, beliau membangun Wajo pada sisi ekonomi dan militer dengan cara membentuk koperasi dan melakukan pembelian senjata serta melakukan pelatihan penggunaan senjata. La Maddukkelleng kemenakan La Salewangeng menjadi Arung Matowa 31 dilantik disaat perang, pada zamannya beliau memajukan posisi wajo secara sosial politik diantara kerajaan-kerajaan di sulsel. La Koro Arung Padali, memodernisasi struktur kerajaan Wajo dengan membentuk jabatan militer Jenerala (Jendral) Koronele (Kolonel) Manynyoro (Mayor) dan Kapiteng (Kapten). Beliau juga menandatangani Large Veklaring sebagai pembaruan dari perjanjian bongayya.

Pada zaman Ishak Manggabarani, persekutuan Wajo dengan Bone membuat keterlibatan Wajo secara tidak langsung pada Rumpa’na Wajo. Sehingga kekalahan Bone melawan Kompeni juga harus ditanggung oleh Wajo sehingga Wajo harus membayar denda perang pada Kompeni dan menandatangani Korte Veklaring sebagai pembaruan dari Large Veklaring. Wajo dibawah RIS dalam hal ini NIT berbentuk swapraja pada tahun 1945-1949. Setelah Konfrensi Meja Bundar, Wajo bersama swapraja lain akhirnya menjadi kabupaten tepatnya ditahun 1957. Antara tahun 1950-1957 pemerintahan tidak berjalan secara maksimal disebabkan gejolak pemberontahan DI TII. Setelah 1957, pemimpin di Wajo adalah Bupati. Wajo yang dulunya kerajaan, kemudian menjadi Onderafdeling, selanjutnya Swapraja akhirnya menjadi kabupaten.
Maradeka To Wajo’e Ade’na Napapuang” kata tersebut secara bebas berarti merdeka orang wajo hanya adat yang dijunjung/diabdikan. Tentu timbul pertanyaan mengapa filosofi tersebut bisa muncul dan menjadi pegangan orang-orang wajo bahkan sampai dijadikan lambang resmi dari Kabupaten Wajo.
Konsep kemerdekaan dari para raja dan cendekia Wajo:

Latenri Bali, Batara Wajo 1
“Maradeka to wajoe taro pasoro gau’na, naisseng alena, ade’na napopuang”
Artinya:
“Merdeka orang wajo, bertanggung jawab, tahu diri, hanya adatlah yang menjadi hukum penentu”
Adek amaradekangenna to Wajoe (Perjanjian Kemerdekaan Orang Wajo)
Napoalebbirenggi to wajoe maradeka, malempu, namapaccing rigau salae, mareso mappalaong, namaparekki riwarangparangna
Artinya :
“orang wajo lebih memilih merdeka, jujur, menghindari perbuatan tercela, ulet dan hemat”

Puang Ri Maggalatung, batara wajo IV
Maradeka to wajoe najajiang alena maradeka, tanaemi ata, naia tau makketanae maradekamaneng, rilaleng tampumupi namaradeka napoada adanna, napogau gauna ade’ assimaturusengmi napapoang
Artinya:
“Merdeka orang wajo, lahir dengan merdeka, tanah yang jadi bawahan, setiap orang yang hidup di wajo merdeka semua, bebas berpendapat, bebas bekerja, hanya kata sepakat yang jadi pedoman hukum


Previous (Sejarah Kerajaan Wajo 1)                                 Next (Sejarah Kerajaan Wajo 3)


Sumber:

Sutera Sengkang in Facebook
Kampung Bugis.com

Cerita Lucu(dot)com 10


TUHAN HILANG

disuatu desa di daerah batak ada kakak beradik bernama ucok dan poltak. mereka terkenal bandel, saking bandelnya semua orang di desa selalu mengaitkan semua kejadian kriminal dengan mereka, mulai dari maling ayam hingga judi. ibu mereka pusing melihat kelakuan keduanya dan membawa mereka ke pendeta
dipanggilah mereka satu persatu mulai dari ucok

Pendeta: cok, ibu kau sudah tua, gak kasian kau liat dia???
ucok diam, sambil ngupil tidak menjawab
pendeta bertanya dengan senyum "kau tau Tuhan dimana???"
ucok cuek...
pendeta masih sabar walau mulai kesal, sekali lagi dia bertanya " ucok, kau tau Tuhan dimana????"
ucok mulai bingung dan menelan ludahnya dan menatap tajam ke arah pendeta
pendetapun mulai emosi, dengan suara keras dan membentak dia bertanya lagi "Tuhan ada dimana cokkk????!!!!"
ucok berteriak sambil lari keluar ketakutan "aku tidak tau"
di pintu keluar dia bertemu dengan poltak
poltak: kenapa kau cok??? pucat kali muka kau???? pak pendeta bilang apa??
ucok: gawat bang, Tuhan hilang!!!! pak pendeta pikir ktia yang curi!!!!

Sumber
Cerita Lucu in Facebook

Minggu, 06 Mei 2012

Cerita Lucu(dot)com 09


Suatu hari dalam hutan rimba.
Monyet: "Tarzan..., kenapa sih engkau saja yang pakai celana? Kami semua tak pakai. Ada rahasia apa sih?"
Tarzan: "Nggak ada rahasia²an!"
Monyet: "Kita kan berkawan baik. Masak sama kita saja ada rahasia?"
Tarzan: "Aku bilang nggak ada..., ya nggak ada!"
Monyet sungguh enggak puas dengan jawaban Tarzan. Jadi dia pun ajak kawan² dia ke pondok Tarzan dan mengintai untuk mencari rahasia Tarzan.
Seperti biasa, sebelum mandi Tarzan mesti buka celananya (itulah satu²nya celana dia). Begitu lihat Tarzan yang bugil monyet² pun ketawa sampai sakit perut. Monyet berkata, "Pantesan saja dia pakai celana. Rupanya dia malu, sebab ekor dia ada di depan, pendek dan buntet lagi!!!"
WIKIPEDIA : Aku tau semuanya.
FACEBOOK : Aku kenal dengan semua orang.
GOOGLE : Aku punya semuanya.
MOZILA : Tanpa aku kalian tidak bisa di akses.
EXPLORER : Kan gue masih ada.
MOZILA : Apaan sih lo, ganggu acara orang aja!
EXPLORER : Lo sih, ngaku-ngaku cuma ada lo sendiri!
INTERNET : Udah-udah! Jangan banyak bacot lo semua, kalo gak ada gue kalian semua gak bakalan ada!
FACEBOOK : Huuu, yang paling sering dikunjungi kan gue, jadi gue yang terbaik.
YAHOO : Facebook, Inget, tanpa gue lo gak bisa buat Email!
GOOGLE : Yahoo, Gue juga bisa buat Email.
INTERNET : zzz... Udah tau gue yg paling hebat :p
KOMPUTER : Gua Paling dewa di sini.
PLN : Bacot lo semua! Gua matiin nih listriknya!
GENSET : tenang aja kan masih ada saya
PLN : diem lu
PERTAMINA : awas kalian semua, saya stop pasokan BBM baru tau rasa lo
SOLAR CELL : tenang kan selama masih ada saya semuanya aman
Matahari : Ettt Gk gw sinarin diem lo
Air, Batubara, Petir dll : MASIH ADA GUA !!!
Bumi : Lo klo gk ada gw pasti gk bakal ada
jagat raya: lo semua kalo gak ada gwe pasti kalian gak bakalan ada....
Tuhan: tanpa saya kalian semua tidak pernah ada
Suatu hari di salah satu ruangan di gedung MPR/DPR. Seorang anggota dewan yang baru diangkat, tampak masih canggung, lugu dan serba kikuk.
Rupanya dia wakil dari daerah dan belum pernah bekerja atau punya ruangan yang megah. Beberapa saat kemudian, ada yang mengetuk pintu ruangannya.
Setelah dibuka, berdiri dihadapannya 2 orang dengan kopor besar dan segulungan kabel. "Wah..., ini pasti wartawan TV yg mau mewawancarai aku...", pikirnya dalam hati.
Agar tampak berwibawa dan membela rakyat, sambil melihat jam dan mengangkat telepon dia berkata: "Maaf tunggu sebentar, saat ini saya harus menghubungi ketua fraksi untuk melaporkan hasil-hasil sidang hari ini..."
Kemudian selama beberapa puluh menit dia menelpon dan terlibat pembicaraan tingkat tinggi, sambil sekali-sekali menyebut-nyebut 'demi rakyat' atau 'kepentingan rakyat' keras-keras. Setelah selesai sambil meletakan gagang telepon dia berkata pada dua orang tamunya tsb.
"Nah, sekarang wawancara bisa kita mulai..."
Kedua orang itu tampak bingung dan berpandangan satu sama lain. Akhirnya salah satunya berkata: "Maaf pak..., kami datang kesini mau memasang saluran telepon bapak..."
Bahasa Indonesia vs Bahasa Silet Investigasi
(Dalam gaya berbicara Peni Rose)

Bahasa Indonesia: selingkuh
Bahasa Silet: goncangan kesetiaan cinta kini kandas sudah
Bahasa Indonesia: kangen
Bahasa Silet : sedang dilanda rasa rindu nan menggelora sehingga tak bisa tidur semalaman
Bahasa Indonesia: Galau
Bahasa Silet: Lara merundung menyesakkan dada, sungguh hanya kekasih pelipurnya
Bahasa Indonesia: kawin
Bahasa Silet: Erangan nafsu pemecah sukma di malam syahdu
Bahasa Indonesia: cantik
Bahasa Silet: raga nan indah bak intan permata bagaikan ratu cleopatra .
Bahasa Indonesia: Kangen mantan
Bahasa Silet: Hati masygul yang berderik laksana sungai kering mengungkung ikan-ikan penuh dahaga .
Bahasa Indonesia: kebelet boker
Bahasa Silet: desakan jiwa dan nurani menyemburatkan rona tertahan ingin bebas tapi tak berdaya dihadapan yang tercinta .
Bahasa Indonesia: Upil
Bahasa Silet: Butir-butir debu dalam rongga kehidupan
Bahasa Indonesia: ciuman
Bahasa Silet: 2 bibir bertaut merenda kasih saling berkatub seakan tak ingin lepas membuat jiwa menggelora penuh asa .
Bahasa Indonesia : bau jigong
Bahasa Silet: semerbak aroma menusuk sukma,nista tak tertertahankan menggetarkan tirani
Bahasa Indonesia: Ngantuk
Bahasa Silet: dua jendela hati yang tak kuasa menahan rasa menutup hari .
Bahasa Indonesia:nonton SM*SH
Bahasa Silet: termenung sejenak meresapi para pria nan elok mencolok membuat mata tercolok
Bahasa Indonesia: penggemar Justin Bieber
Bahasa Silet: perawan2 labil yg menggelinjang di depan panggung .
Bahasa Indonesia: lapar
Bahasa Silet: Erangan batin yang berkobar dalam rongga kenistaan hingga menjerit, menjalar asa kehampaan
Bahasa Indonesia: kentut
Bahasa Silet: sekelebat nirwana yang memaksa batas norma
Bahasa Indonesia: abis boker
Bahasa Silet: setelah bergeming dg deru asa hingga bersimbah peluh akhirnya tergores senyum diwajah….

Suatu hari, Si Bejo sedang buru2 menuju ke kantaronya karna kesiangan bangun
dan tak sengaja dia menabrak seekor burung di tengah perjalanannya karna mengendarai mobilnya dengan sangat cepat dilihatnya burung itu, ternyata kepalanya terluka dan burung itu pingsan
karna merasa iba dan bersalah kepada burung itu maka dia memutuskan untuk pulang
sesampainya dirumah ditaruhlah burung itu dalam sangkar besi dan diciprat2inya air, tapi burung itu gak sadar juga
keesokan harinya ketika dia mau berangkat ke kantor diberinya air dalam wadah kecil dan roti dalam sangkar burung itu dipikirnya 'nanti setelah burung itu sadar pasti dia sangat haus dan lapar'
dan dia berangkat kerja seperti biasa....
burung itu ternyata sadar juga
burung itu melihat sekitar dilihatnya ada air minum dan septong roti..
terus dia melihat sekelilingnya ternyata dia ada di dalam jeruji besi
dan burung itu berkata dalam hati sambil menangis...
'Oh... Tuhan rupanya kemarin aku menabrak pengendara mobil pasti dia meninggal sehingga aku sekarang di penjara. Maafkan aku Tuhan aku tak sengaja...'

Sumber:
Cerita Lucu in Facebook