Kabupaten
wajo merupakan salah satu kabupaten di Profinsi Sulawesi Selatan. Ibukota Sengkang, semkitar 242 Km dari kota
Makassar (Ibukota profinsi Sulawesi Selatan), dapat ditempuh sekitar lima
sampai enam jam dengan mobil. Dan sekitar 87 km dari Pare-Pare, pusat kawasan
pengembangan ekonomi terpadu di Sulawesi Selatan.
Wajo
yang luas wilayahnya 250.619 hektar, terbagi atas 14 kecamatan, 48 kelurahan,
dan 128 desa, dan memiliki potensi sumber daya alam yang besar.
Karakteristik
potensi alam Wajo, seperti diungkapkan oleh Arung Matoa Wajo, La tadampare
Puang Ri Maggalatung (1491-1521) : “Mangkalungu
ri bulu’e, massulappe ri fottanangnge mattodang ri tasi’e nenniya ri
tapparengnge”. Artinya: daerah ini merupakan negeri yang subur dan nyaman.
Ibarat seseorang yang tidur, maka ia berbantalkan gunung dan hutan, memeluk
lembah, dan kakinya menyentuh danau atau air laut.
Ungkapan
cendikiawan Wajo di abad ke-15 itu memang bukan syair khayalan, namun merupakan
suatu kenyataan yang hingga kini menjadi potensi andalan masyarakat kabupaten
Wajo. Hamparan lahan persawahan yang ada di daerah ini sekitar 86.000 hektar. Baru
sekitar 20 persen yang terjangkau irigasi teknis. Jika areal persawahan ini rata-rata
menghasilkan empat ton padi setiap tahunnya, berarti Kabupaten Wajo menghasilkan
334.000 ton padi setiap tahun. Suatu jumlah yang sangat fantstik.
Pada
tanah berbukit yang berjejer mulai dari kecamatan Tempe ke Utara – kecamatan Maniangpajo,
kecamatan Keera dan Pitumpanua, kini merupakan wilayah hutan tanaman industri,
perkebunan coklat, cengkeh, jambu mente serta pengembangan ternak. Secara keseluruhan
potensi kabupaten Wajo seluas lebih 38.000 hektar, diantaranya telah dikelola
sekitar 28.000 hektar. Setiap tahun telah menghasilkan produksi ratusan hingga
ribuan ton berbagai jenis komoditas eksport seperti; cengkeh, kakao, dan kelapa
hybrida.
Padang
rumput/alang-alang seluas 34.000 hektar merupakan lahan pengembalaan ternak
besar dan kecil yang populasinya kini mencapai puluhan ribu ekor. Belum lagi
ternak unggas yang berupa ayam ras, itik, ayam buras, yang populasinya sudah melebihi
jutaan ekor.
Di
pesisir pantai timur, terhampar lahan pertambakan sekitar 15.000 hektar. Masih
sebagian kecil yang dikelola secara teknis, tapi telah memproduksi puluhan ribu
ton udang, setiap tahunnya. Garis pantai teluk Bone yang membentang sekitar 110
km, memiliki potensi ikan laut yang tidak kecil. Termasuk budidaya rumput laut.
Danau Tempe yang luasnya 13.000 hektar, merupakan penghasil ikan air tawar
terbesar di dunia.
Struktur
perekonomian kabupaten Wajo memang didominasi oleh sektor pertanian dengan
konstribusi lebih dari 45 persen. Menyusul sektor perdagangan, hotel dan
restoran 19 persen, dan sektor pertambangan penggalian 9 persen.
Pada
tahun 1997, saat kondisi perekonomian nasional mulai mengalami krisis,
pertumbuhan ekonomi Wajo juga terkena dampak, sehingga terpuruk menjadi minus
6,66 persen. Namun setahun kemudian, terutama setelah penambangan gas bumi
Gilireng mulai memproduksi, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wajo kembali
membaik dalam posisi pertumbuhan 6,06 persen. Kondisi itu bertahan hingga tahun
1999.
Pendapatan perkapita
masyarakat Wajo pun telah berada pada posisi Rp. 3,5 Juta pertahun. Bahkan dalam
musim haji tahun 2000 terjadi peningkatan jumlah calon haji asal Kabupaten Wajo
lebih dari 100 persen. Tahun 1999 Cuma 1.400 orang, pada musim haji tahun
berikutnya 2.700 orang dan terus bertambah setiap tahunnya. Mereka sebagian
besar petani.