Rabu, 19 September 2012

Ceramah Bugis (Aktualisasi Iman dan Taqwa)



AKTUALISASI IMAN DAN TAQWA
Oleh: Drs. H. Amirullah Amir, M.A
Editor: Ririn Sunadi

Assalamualaikum wr wb
Alhamdulillah, alhamdulillahi rabbil alamin. Wabihinastainu wa’ala umuuriddunia waddiin.............................dst
Sining umma selleng malebbi engkae ri amasei ri fuang Allahu Ta'ala
Kalau seandainya Allah panjangkan umur kita, maka sebulan satu hari kedepan insya Allah, kita masuk bulan suci ramadhan. Jikalau toh Allah panjangkan umur kita, karena persoalan ajal kita tidak ngerti berangkatnya kita berbaring di liang lahat alam kubur kapan? tidak ada yang mengetahui. Yang jelas sakratul maut muncul, ajal tiba. Malaikat Israil malakul maut tidak pernah pilih kasih. Tidak perduli apakah orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, jendral atau kopral, rajin shalat atau tekun teler. Kalau sampai saatnya musti berangkat berbaring di liang lahat alam kubur. Apa yang dibawa ke dalam kubur? tidak ada apa-apa, tangan kosong. Kain pembungkusnya orang mati adalah kain kafan, kain yang tidak berharga. Olehnya itu, jangan ada yang sombong karena hartanya. Betul...
Ibu-ibu yang sering pake gelang sampai di siku, jangan sombong Bu yach.... kadang-kadang ibu-ibu pak kalo gelangnya sampai di siku, biar tidak gatal kepalanya digaruk terus.... jangan sombong Bu dengan emasnya, bahaya. Ibu meninggal, gelang sampai siku terancam. Istri baru yang pake di belakang. Jangan sombong dech. Lagian setelah sampai tertimbun tanah di perkuburan, barangkali disana hanya tiga hari tiga malam, mata yang indah ini meleleh dengan sendirinya. Daging pipi rontok, kedua bibir berpisah dengan gigi, lutut berpisah dengan paha, perut menggembung menjadi santapan cacing tanah, lobang hidung dan mulut keluar darah dan nanah. Mana hartamu yang sering kau sombongkan? Apa kira-kira? Bapak tentara, Bapak polisi. Uadah ditimbuni tanah di pekuburan, upacara ABRI di atas. Nembak orang. dededede.....dung.... kata mungkar nakir di bawah habiskan pelurumu di atas, saya sikat di bawah. Kalau seandainya tidak shalat.
Nih tema terpajang di depan kita, “kita mau mengaktualkan, menyatakan, merealkan, menampakkan nilai-nilai isra’mi’raj. Untuk meningkatkan iman dan taqwa”. Iman bukan sekedar ungkapan di mulut. Kalau jadi orang Islam sih gampang pak. Jadi orang muslim syaratnya hanya satu, jadi orang beriman syaratnya tiga, jadi orang taqwa sesuaikan saja hurufnya, empat. Ini yang mau saya terangkan.
Muslim, inilah yang banyak di bumi Indonesia, karena syaratnya jadi muslim itukan hanya satu. Syahadat, udah pernah mengucapkan kedua kalimat syahadat, meyakini keberadaan syahadat itu, udah muslim namanya. Meskipun tidak shalat, biar tidak puasa, biar rampok, biar pebom, itu muslim. Kerena pernah mengucapkan dua kalimat syahadat. Cuma, muslim apa dulu? dalam Al-Qur'an itu, yang tiga puluh jus, enam ribu enam ratus enempuluh enam ayat, seratus empat belas surah, Islam itu terbagi lima.
Satu, Islam munafik. Islam tapi munafik, lain bicaranya, lain kenyataannya di lapangan. Sebelum dapat kursi di DPR, selangit janji-janjinya. Betul....? cuman bukan di Luwu Utara. kejadian di kampung orang. dan mungkin disini tidak jauh beda. Minta maaf saya bilang koq mungkin, makanya tidak perlu tersinggung. Mungkin itu, bisa jadi bisa tidak. Kenapa sih tersinggung kalo tidak? Sebelum dapat kursi hebat.....!!!! promosi dibarengi dengan ayat kursi. Begitu dapat kursi, ayatnya dilupakan. Ada yang sangat fatal, rajin nyumbang sebelum pemilihan. Bagi-bagi sarung, bagi gula pasir, bagi apa. Bahkan masjid dibelikan karpet. Tapi begitu tidak naik, digulung kembali karpetnya. Astagfirullah....
Hati-hati janji-janji orang lalu tidak di aktualkan, tidak di realkan, tidak dinyatakan. Islam tapi munafik... Astagfirullahal adzim... janji itu hutang, meninggalkan hutang bahaya pak. Meninggal “Ruuhahu muallakun baina ssama’i wal ard.” Nyawanya tergantung antara langit dan bumi. Hati-hati berutang, janji itu utang. Ibu-ibu yang sering bernazar, utang juga itu Bu. Dia bernazar: “Ya..... Allah....! kalau suamiku tidak jadi kawin lagi. Saya puasa tiga hari berturut-turut.” Kenapa mjusti ngomong berturut-turut lagi? Kemarin pusa, hari ini puasa, besok puasa lagi. Itu namanya berturut-turut. Tapi menjelang maghrib, lima menit buka puasa, dia haid. Batal lagi secara keseluruhan. Kenapa? Tidak berturut-turut lagi. Makanya lebih bagus ngomong: “Ya... Allah.. kalo anakku lolos di SMA, aku puasa tiga hari,” tiga hari itu terserah. Kemarin satu, bulan depan satu, nanti tahun depan lagi satu. Yang penting terbayar sebelum meninggal. Kalo tidak terbayar lalu meninggal, ahli warisnyalah yang bayar di belakang.  Makanya, kalo bernazar perdengarkan keluarga. Karena ajal kita tidak ngerti. Meninggalnya kita kapan. “Mammata wa alaihi siamun shama anhu waliyyuhu.”  Siapa orang meninggal dan ada puasanya, maka dipuasakan oleh ahli warisnya. HR. Muslim.
Ini ramadhan tinggal satu bulan satu hari Insya Allah. Malam pertama nanti bangun sahur, menurut faham Malikiyyah, disitu niat satu bulan. “Sengaja aku puasa ramadhan tahun ini sebulan karena Allah.” Kalo Imam Syafi'I, Imam Syafi'i itu setiap malam wajib niat. Kalo Imam Malik malam pertama niat untuk satu bulan, Imam Syafi'i setiap malam. Tidak mengapa lakukan dua-dua dech. Malam pertama “Sengaja aku puasa Ramadhan tahun ini sebulan karena Allah.” Udah itu baru niat “Sengaja aku puasa besok Ramadhan tahun ini karena Allah.” Besok lagi niat besok, besoknya lagi niat besok. Seandainya lupa,  ah teruskan saja puasanya. Ada niat cadangan satu bulan di malam pertama.
Ada yang nanya saya: pak ustadz, itu kalo Ramadhan, inikan udah makan sahur, tapi belum imsak. Masih ada waktu sepuluh menit bolehkah hubungan suami istri? Udah makan sahur, udah niat puasa. Tapi belum imsak, masih ada waktu sepuluh menit, boleh ndag hubungan suami istri? Ya boleh saja. Yang penting, taruh radio di dekat kepalanya, sementara keasyikan berbuat, bunyi radio kuk kuruyuk....! imsak telah tiba, musti berhenti. Jangan istri bilang: teruskan pak teruskan pak. Lanjutkan, terlanjur. Terlanjur apaan? Kapan diteruskan perbuatannya itu, lewat imsak tidak berhenti. Dikenakan kaffarat, dikenakan denda. Dendanya, satu memerdekakan budak. Tidak ada orang yang punya budak, gugur. Yang kedua, memberikan makan orang miskin enam puluh. Jangan juga ditempuh, buat orang-orang yang berduit. Semua orang mau, berapa sih enam puluh orang? Enam puluh orang kali lima belas ribu, tidak berarti. Terlalu ringan, jadi gimana dong? Musti ganti puasanya itu di luar Ramadhan selama dua bulan berturut-turut. Tidak boleh diselang-selingi. Siapa yang ganti? Hanya suami istri tidak. Ada yang ngomong, kalo gitu nggak adil dong. Masa dua pelakunya, bahkan dia yang ngajak saya. saya sih tidak mau tapi diajak. Kenapa musti suami yang di denda? Persoalannya, suami adalah pemimpin. Dia punya tanggung jawab. Arrijalu kawwamuna alannisaa. Laki-laki pemimpin, suami pemimpin. Ada seperti itu suami tanggung jawab. Makanya, dia musti di denda. Bukan istri yang didenda. Istri tidak shalat, suami tanggung jawab di depan Allah. Suami tidak shalat, tanggung jawab sendiri di depan Allah.
Makanya pak, kalo istrinya Bapak tidak shalat, cobalah diberitahu dengan lemah lembut. Mak shalat yah, masa udah tiga setengah anakmu belum shalat. Udah suara lemah lembut tidak juga mau shalat. Keras, woy... woy... shlat! Udah suara keras belum juga tidak mau shalat, pisah tempat tidur. Udah pisah tempat tidur belum juga shalat, pukul istrinya. Pukul, pukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan fisiknya. Memukul istri dengan sapu tangan. Woy... sholat. Mukul istri dengan sapu tangan, dan mukul istri dengan daun pisang dan jangan mukul istri memakai kulit durian. Udah mukul istri belum juga mau shalat, jalan terakhir... ganti. Ia, daripada Bapak yang tanggung jawab di akhirat, gimana sich? Tapi kalo istrinya ibu tidak shalat, tidak perlu ibu berpikir gimana ganti suami. Kenapa, loh kok ibu yang dibeli, ibu yang yang dibeli, bukan ibu yang membeli. Lalu kan tidak ditanya di akhirat, “kenapa suamimu tidak shalat?” gak ada pertanyaan. Bahkan istri itu kata Rasulullah, seandainya orang boleh sujud selain daripada Allah, maka aku perintahkan istri sujud pada suaminya. Menurut kitab akhlak, betapa disuruh memuliakan suami, ini suami kalo dia meletakkan tangannya di tubuhnya istrinya, dibagian mana saja, apakah atas, tengah, bawah, utara, timur, barat, selatan, bagian luar atau dalam. Tidak boleh istri melepaskan tangan suami, kecuali dia minta izin kepada suaminya. Setuju pak.... memang musti gitu dong Bu.... musti minta izin. “Pak... pak... pak... berangkali bagus dipindahkan tangannya? Kayaknya udah hangus pak, udah hangus.”
Saya ulangi sesuai dengan tema, kita mau Islam, beriman, bertaqwa. Islam terlalu banyak modelnya. Satu Islam tapi munafik, lain bicaranya, lain di lapangan. Dagang, bensin dia campur dengan minyak tanah. Munafik namanya itu. bisa saja tidak munafik dan silahkan campur minyak tanah, tapi tulis: “bensin murni campur minyak tanah.” Ketika dilantik, dia mau berjuang untuk rakyat, dia mau berjuang untuk bangsa, dia mau jujur. Buktikan! Tapi kapan dia tidak sesuai dengan sumpahnya itu. apakah dia korupsi. Belikan pakaian, pakaiannya bersih tapi tidak suci. Uang korupsi pake ke tanah suci... setengah mati teriak di mekah “labbaika llahumma labbaik, labbaika la syarikalaka labbaik.” Ya Allah, aku datang memenuhi panggilanmu ya Allah. Kata Allah, siapa yang panggil engkau....? uang korupsi kau pake...
Selanjutnya..... minum dulu.....
Saya bicara seperti ini, panitia yang minta sesuai dengan tema. Betul.....?
Mengaktualkan nilai-nilai Ira’ Mi’raj. Islam tapi munafik, ada lagi Islam tapi musyrik. Dia Islam tapi musyrik, mempersekutukan Allah. Ada problem, ada persoalan, suami tidak btah di rumah. Dukun bertindak. Kenapa musti ibu ke dukun? Maunya, kembali menginstrospeksi diri, kenapa suami saya tidak betah di rumah? Mungkin karena istri baru keliatan cantik kalo ke gedung perkawinan. Tapi mau masuk kamar, astagfirullah. Rambut tidak pernah disisir, gigi tidak pernah disikat, pake baju daster sobek di bawah ketiak, udah tiga minggu tidak pernah dicuci, tangan kiri bau minyak tanah, tangan kanan  bau minyak gosok. Begitu suaminya masuk kamar, kamar berantakan. Seperai ranjang tidak pernah dibersihin. Kata suaminya “Loh...loh....loh...! ini kamar atau kapal pecah? Kata istrinya, sengaja pak tidak dibaikin, kan mau ditempati lagi tidur, oleh sekalian besok pak. Tidur saja deh...! kata suaminya, oh... gitu yah? Kalo begitu, kalo kau be’ol mala mini, tidak usah dulu cebok nanti besok, karena besok kan be’ol lagi. Gimana mau betah suaminya di rumah kalo begini modelnya? Instrospeksi diri, tidak perlu ke dukun. Lalu itu ke dukun-dukun,  nanya ke paranormal, termasuk sms-smsan untuk mengetahui nasib ke depan. Itu Islam tapi musyrik, mempersekutukan Allah. Islam tapi musyrik, mendatangi saja dukun tukang ramal. “man ata’rafan fas’aluhu an syai’in fashaddakahu lan tuqbal salatun arba’ina yauman.” Siapa orang mendatangi dukun, tukang ramal. Menanyakan sesuatu lalu mempercayainya, maka tertolaklah shalatnya empat puluh hari. Astagfirullah, di sms lagi, bagaimana nasib saya ke depan, astagfirullah. Musyrik, Islam tapi musyrik. Udah dua nih. Islam munafik, Islam musyrik.
Yang ketiga, Islam tapi dzalim. Menganiyaya diri, menganiyaya orang lain. Suka nyakitin orang, tidak pernah senang melihat orang lain sukses. Dia berupaya untuk menyakiti sesamanya. Astagfirullah. Dzalim, orang lain naik jabatan dia naik tekanan darah. Orang beli obil dia yang pingsan. Bu, termasuk merusak diri, dzalim itu menganiyaya diri. Jangan dirusak-rusak dirinya deh. Ini alis udah diaturkan oleh Allah jaraknya sesenti jaraknya dari mata, tidak perlu dicukur lau dipindahkan ke dahi. Dia pindahkan ke dahi modelnya tikungan. Islam tapi dzalim. Jikalau toh muslim, yang meledakkan bom di hotel marriotitu , Islam tapi dzalim. Menganiyaya diri sendiri dan menganiyaya orang lain. Islam tapi dzalim.
Yang keempat, Islam tapi fasik. Fasik itu, hobi, gemar melakukan dosa-dosa besar. Termasuk keseringan membuat kedua orang tuanya meneteskan air mata gara-gara karakter prilakunya. Fasik itu. saya yakin, pak wakil bupati, bisa jadi wakil bupati karena do’anya ibunya. Pak sekda jadi sekda, doanya ibunya. Pak kapolsek, kapolres, pak dandim, danramil, dan semua yang punya jabatan bukan kehebatannya semata, tapi bagian dari doanya ibu. Betul kira-kira pak? Tapi banyaknya orang melupakan ibunya. Astagfirullahal adzim. Coba Bapak merenung kita masih sekolah sampai sarjana. Rela mama menderita, asalkan anaknya bahagia. Ridha mama pake sandal jepit, asalkan anaknya pake sepatu. Rela Bapak naek sepeda asalkan anaknya naek motor. Bahakan ridha terhina, ngutang, minjam duit kiri kanan. Utnuk ongkosi anaknya. Tapi terkadang anak setelah mendapat jabatan, lupa sama orang tuanya. Astgfirullahal adzim. Islam tapi fasik.
Yang kelima, nah ini yang kita kehendaki. Islam kaffah. “yaa ayyuhalladziina amanu ud’huluu fissilma kaaaaffah.” Hai orang-orang yang beriman, yang percaya adanya Allah. Masuklah Islam secara keseluruhan. Ada yang memberikan pemahaman, keseluruhan, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut semua muslim. Tangan, muslim. Islam. Aslama, yuslimu, islaman, aw islamiyatan artinya selamat. Selamat orang lain dari tangan kita. Cari reski, carilah yang halal. Islam. aktualkan itu shalat “Assalamualaikum” di akhir shalat. Assalamualaikum warhmatullah, menengok ke kanan. Itu pertanda, semaua yang ada di kanan selamat dari gangguan saya. di depan juga selamat, di kiri juga selamat, semuanya selamat. Olehnya itu, tidak boleh saya tampar orang, karena tidak selamat lagi. Mengaktualkan nilai-nilai shalat.
Ada biasa kalo shalat, saya nggak ngerti, belajar dimana sih. Kenapa musti buka telapak tangan baru assalamualaikum? Dia buka, assalamualaikum warahmatullah. Yang kiri dia tutup, assalamualaikum warahmatullah. Ini dibuka, ini ditutup. Kenapa dibuka? Saya buka pintu sorga. Kenapa ditutup? Saya tutup pintu neraka. Persoalannya adalah, mana ayat hadisnya? Yang suruh begitu, jangan buat-buat gerakan. Terkecuali sudah assalamualaikum lantas mau buka, mau jungkir, mau salto terserah. Karena sudah shalat lagi. itu akhirnya shalat itu kan assalamualaikum ke kanan. Kalo assalamualaikum ke kiri itu hukumnya sunnah. Jadi kalo misalnya ada orang shalat, assalamualaikum terus dia kentu. “Assalamualaikum.... puuuuu...” tidak usah diulang shalatnya, udah sah itu.
Saya ulangi, kitaa mau Islam kaffah. Tangan Islam, telinganya Islam, pendengarannya Islam, mulutnya Islam, jangan hobby ngerumpi cerita kekurangan orang. Betul ibu-ibu....? kenapa sih cerita suaminya orang? Emangnya ibu tidak punya suami? Dia bilang “toh katanya suaminya selingkuh” st...st.. emangnya ibu tidak punya suami? Dia bilang saya juga punya suami ustadz, tapi sabar, kalem, barangkali sudah loswbat? Sampai kalem. Kenapa ceritra suaminya orang? Dia liat perempuan ama laki gandeng tangan. Uh... dia heran lagi... “Itu suaminya yah...?” “he’em suaminya.” Dia bilang “heemm kurusnya.” Biar kurus, tapi perkasa. Daripada ibu, suaminya gemuk tapi lowbet. Umpama...
Jadi Islam itu syaratnya satu saja. “Sayahadat” pernah syahadat, sudah muslim. Cuma, muslim kelas apa dulu? Islam tapi munafik, Islam tapi musyrik, Islam tapi dzalim, Islam tapi fasik, yang kita inginkan Islam kaffah. Udah Islam.
Terus tema, Iman. Iman itu, percaya. Syaratnya tiga. “Al-ikraru bil lisan, wattasbiku bil qalb, wal amalu bil arkan.” Diucapkan dengan lidah, dimana pun, kapan pun, situasi bagaimana pun. Meskipun nyawanya terancam, tetap dia mampu berkata saya muslim. Bukan sekedar ungkapan lewat mulut. Dia benarkan dengan hatinya, dan diaktualisasikan dengan lewat perbuatannya. Itulah syaratnya orang beriman.
Orang Islam namanya muslim, orang beriman namanya Mukmin. Diucapkan dengan lidah, dibenarkan dengan hati, dilakukan dengan anggota tubuh. Jadi, Islam itu bukan sekedar identitas di kartu penduduk. Tapi kita liat di lapangan. Sepeti apa karakter prilakunya. Muslim....??? hmmm... Alhamdulillah. Tapi adakah dia muslim beriman? Kalau muslim beriman, inilah yang aktual di lapangan. Bukan sekedar berkata saya islaam, lalu tidak shalat. Buat apa tuh mesjid terlalau indah, kalo isinya kosong.
Ada mesjid pak, saya lewat, dipukul bedug. Prok..prok..prokk.... saya mampir. Udah saya berwudhu masuk di mesjid, shalat sunnat tahyatul mesjid. Udah itu, saya nungguin orang-orang yang dateng, rupanya tidak ada yang datang. Saya shalat sendiri pak. Rupanya, itu tadi orang hanya datang mukul bedug, baru pulang. Sendiri saya shalat.  Minta maaf, di masjid itu seakan-akan tempatnya orang-orang yang bermasalah. Orang pension, masuk mesjid. Mati sebelah, masuk mesjid. Orang rematik, asam urat, masuk mesjid. Oraang dimuta’zim masuk mesjid. Orang bangkrut, masuk mesjid. Orang terancam dipenjara masuk mesjid. Istri-istri yang suaminya mau kawin lagi masuk mesjid juga. Orang-orang bermaslah banyak masuk mesjid. Tadi malam, saya ngisi isra’ mi’raj. Di perumahan elit, rumah-rumah pada bagus. Masjidnya cantik, tegelnya mar-mar. kalo saya tidak salah hitung, dua belas lamki-laki, delapan perempuan. Semua pada sibuk ngurus dunia. Astagfirullah....
Mau meramaikan mesjid? Ayo... pejabat-pejabat masuk mesjid. Atasan masuk mesjid, pasti bawahan juga masuk mesjid. Kalau pak lurah yang adzan, pak camat yang Imam. Kira-kira ketua RT sudah ngepel. Subhanallah. Apa sih salahnya sekali-kali adzan? Cuma kalo shalat itu, asshalatu khairumminannaum jangan dibuat panjang kalimatnya, pendek. “Asshalatu khairumminannnauum.” Ada yang adzan “nnaauummmmmmmmmmm.” Kenapa balapan? Udah muadzinnya suara uka-uka. Datang lagi Imam orang gemetaran. Udah susah memperbaiki makhrajnya. Sho dengan Sya susah dibedakan. Karena giginya sudah hilang tiga, goyang empat. Mau diganti siapa yang mo ganti? Terpaksa pake gemetaran saja. Astghfirullah. Bagaimana juga mau nikmat shalat kalo imamnya gemetaran?
Tuh dimekah kalo shalat, apalagi kalo Ramadhan shalat taraweh. Tumpah air mata membasahi pipi. Kenapa? Semua fasilitas kan serba mendukung pak. Mesjid besar, kipasa angin bagus, ACnya dingin, suara Imam cakep, ka’bah di depan mata. Apa tidak nangis kira-kira? Kalo kita, kadang. Mesjid sumpet, kipas angin tidak ada, ACnya memang dari dulu tidak pernah ada, muadzin suara uka-uka, Imam batuk, anak-anak rewel, petasan bunyi, sandal terancam. Astghfirullahal adzim. Gimana mau nikmat?
Di haram baru takbir subhanallah. Allahuakbar.... Alhamdulillahirabbil alamiiin. Arrahmaanirrahiim. Maalikiyaumiddiiin. Dan selanjutnya-selanjutnya. Nikmatnya perasaan pak. Itu kalo malam terakhir Ramadhan. Sudah baca qula’udzu birabbinnas. Semua diakhiri ayat itu dengan huruf sin. Alangkah indahnya Al-Qur'an. Semua orang bercucuran air matanya. Karena keindahal Al-Qur'an itu dan kemerduan suara yang Imam. “Qul a’udzu birabbinnaas. Malikinnaas. Ilahinnaass. Minsyarril waswailhannaass. Alladzi yuwaswisu fii suduurinnaass. Minaljinnnati wannaass.” Semau sin, nikmatnya tuh perasaan. Subhanallah.
Ngaku orang Islam beriman, jangan sampai tidak baca Qur'an. Rumah itu jangan ditempati tidak baca Qur'an. Apapun kita, seperti apapun profesi kita. Jangan sampai tidak buka Qur'an. Musti baca. Tuh tadi Qula’udzu birabbinnas saja indahnya itu pak. Betul-betul membuat hati ini tenang. Masya Allah. Tapi kalo yang Imam orangnya gemetaran. Tukang adzan “Hayyaa’alaccaalaaa.” Memang tidak tergerak hati. Masa’ hayya’alaccala? Yang Imam, “alhandulillahi...” hem...hem...hemm... “an’amta” tidak bisa lagi pak “anak onta alaihim” bacaan anak onta alaihim.
Lalu sangat kurang kader pak. Kenapa kurang kader? Mungkin salah satu penyebab, soalnya kalo Musabaqah Tilawatil Qur'an hadiyahnya apa? Jam dinding rusak. Tapi kalo KDI, haa.... kunci mobil. Kunci mobil pak... Musabaqah, jam dinding, rusak lagi. Makanya terlalu banyak kader kalo nyanyi dangdut. Kurang kader kalo untuk Imam. Yang kadang, pak Haji, pak Haji, jadi Imam deh pak Haji! “Anu.. saya batuk.” Langsung batuk. Orang yang mau ke tanah suci, cobalah belajar surah-surah pendek. Kan biasa skalo pulang dari tanah suci di dorong jadi Imam. Orang cari berkah. “pak Haji... pak Haji... jadi Imam pak Haji.”  “Anu... saya batuk” tidak apa-apa pak Haji, dikecilkan saja suaranya supaya kami juga dapat berkah.” Terpaksa tampil jadi Imam. Dia baca surah yang paling pendek sesudah Fatihah. Apa itu? Innaa A’thainaa. “innaa a’thainaa kalkauzar. Fasallili rabbika wanhar. Inn.... in.... inn....in... innaa...in...innaa.” tidak ngerti innaa apa sambungnya. Untungnya ada anaknya yang kecil juga ikut, inilah yang bantu bapaknya. “In...innn.... innnaaa lillahi wainnnaa ilaihi raajiuunn.” Padahal kalo tidak ngerti apa sambungnya ya rukuk. Kenapa sih musti dipaksakan? Iya, kenapa musti dipaksakan. Rukuk, sah.
Lalu kalo makmum memang tahu yang benar, benarkan itu. Tidak perlu ditarik. Oh kau berhenti jadi Imam saya musti tampil. Bukan budaya Islam yang kayak gitu. Pimpinan kita ada kekurangan, berusahalah bagaimana supaya kekurangan itu kita kerja sama-sama. Bukan dironrong supaya turun. Udah terlanjur dilantik, udah terlanjur menjabat. Ada kekurangannya, bantu. Itu baru Islam, bukan ditarik turun. Oh... kau turun, saya lagi yang gantikan. Maka Bapak tampil ada lagi kekurangan, ditarik lagi. Ini yang dikerja terus. Kapan pembangunan jadi-jadi? Betul....?
Subhanallah. Kalo masih bisa dibaikin, baikin. Kalo ada kekurangan orang, bagaimana supaya dibantu bagaimana kurang lagi. Karena semua orang pasti ada kekurangan. Jangan justru kesalahan sedikit dibesar-besarkan. Si anu korupsi... uw berangkali ibu juga korupsi? Cuman tidak pernah dimuat di Koran. Apa korupsinya ibu-ibu? Kalo ke pasar. Dia mampir coba langsatnya orang satu kilo baru tidak beli. Itukan korupsi juga.
Udah jam berapa? Lanjut? Terus? Tidak capek? saya yang capek. Dari Makassar kesini saya kurang lebih sepuluh jam. tapi tidak apa-apa baru ketemu dengan Bapak-Bapak ibu-ibu. Terus yah.... ini terakhir nih.

TAQWA

Taqwa. Taqwa itu empat hurufnya dari kata Ta, Qaf, Waw, dan Alif. Tulisannya itu taqwaya. Tapi ya itu adalah alif. Ta dari kata Tawadu’. Tawadu’ itu merasa rendah hati, tidak sombong. Pangkat, sudah tua pensiun. Harta, tidak dibawa ke kubur. Kecantikan, pasti pudar. Betul ndag kira-kira Bu? Ibu masih cantik-cantik soalnya masih empat puluh ke bawah. Coba lihat mukanya neneknya, yang berumur delapan puluh Sembilan tahun. Suruh bercermin, biar dirinya jengkel liat bayangannya di cermin. Kenapa? Bibir bawah semakin turun, bibir atas semakin keatas. Orang perancis bilang, appaloikko.
Taqwa. Ta, berasal dari kata Tawadu’. Merasa rendah hati. Oh, hebatnya seseorang. Betul-betul hebat. Dia berpangkat, dia berduit, dia bangsawan, tapi Tawadu’. Tapi Astaghfirullah, orangnya kere, dompet kempes, sandal belum lepas cicilannya, baru sombongnya selangit. Apa dia bilang? “Biar miskin asal sombong.” Laa haula walaa kuwwata illaa billah. Allah amat benci. Ta, Tawadu’.
Kemudian Qaf. Itu dari kata Qana’ah. Merasa cukup apa yang dia miliki. Kapan ada orang mensyukuri nikmat Allah? Maka orang itu kaya, sekalipun hartanya sedikit. Tapi kayanya adalah kaya jiwa, kaya perasaan. Persolan kaya itu kan persoalan perasaan. Buat apa kaya harta kalau miskin jiwa? Apa arti kaya kalau miskin? Biarlah miskin asal kaya. Nabi Isa a.s adalah manusia yang tidak bermateri. Bajunya hanya di badan to’. Rumah tidak punya. Tapi toh sempat melontarkan kalimat: “Kujadikan langit adalah atapku,  kujadikan bumi adalah tikarku, disaat aku tidur, kujadikan bantal daun telingaku, kuterbangun di pagi hari, kusut rambutku, aku sisir pakai jari tanganku. Cerminku adalah air, makananku pucuk dedaunan. Aku adalah orang yang terkaya di dunia.” Jadi, persoalan kaya itu persoalan perasaan. Buat apa kaya materi, kalau miskin, kerdil jiwa? Rumah kaya gedung, mobil berbagai corak dan merk. Duit, M M bahkan Triliun. Tapi ia tidak mampu menikmati fasilitas itu. Duit di dompet banyak. Tapi kata dokter, Bapak tidak boleh makan daging, tinggi darah, darah tinggi, tekanan. Dia bilang, konro saja dok. Ah... sama. Di Makassar, pallu basah, tidak boleh. Coto, hmmm tidak bisa. Empangnya.... buh... puluhan hektar, tapi kata dokter, Bapak tidak boleh makan kepiting. Alergi. Udang, gatal. Minum susu, kencing manis. Jadi saya makan apa dok? Kata dokter siput. Mobilnya, berbagai macam corak. Lankauser, Pajero, Trios. Tapi kata dokter, Bapak tidak boleh naik mobil. Kenapa lagi dok? Bapak gejala lemah jantung. Kalau mobil direm, Bapak kaget, is dead. Meninggal. Jadi gimana dong? Jalan kaki saja pak, itupun harus pake sandal yang berduri. Hmmm... asam urat. Apa guna kaya kalau miskin?
Ada orang jangankan punya mobil, motor saja tidak ada. Dia pake sepeda. Dia bonceng istrinya dengan sepeda. Mulai dari Masamba sampai palopo kota. Suaminya ngos-ngosan. Eh...eh....eh.... huft.... kata istrinya, kenapa pak, capek yach? Dia bilang ahh... tidak. Tanah pendakian saya anggap tanah datar saja asal engaku berada di sisiku. Coba tuch Masya Allah. Subhanallah.... nikmat.
Dijalin rumah tangga dengan penuh senyum. Suami ketika menatap istrinya, suami merasa sejuk. Istri juga terasa sejuk perasaan. Saling membahagiakan. Itu namanya kurrata a’yun. Makanya salah satu do’a: “yaa... Allah, jadikan keluargaku penyejuk perasaanku. Aku sejuk menatap mereka, merekapun sejuk perasaannya ketika hadir aku di sisinya. Aku bahagia karena dia, diapun bahagia karena aku. Bahagia dunia dan akhirat. Coba gitu nikmatnya. Udah shalat berjamaah, salam-salaman kata istrinya cium tangannya Bapak, cium. Beh bahagianya.
Jadi bukan penentu utama dan pertama banyaknya materinya orang lantas mudah tersenyum. Belum tentu. Banyaknya isak tangis kedengaran di rumah mewah. Dan terlalu banyak orang tersenyum justru tinggal di gubuk reok. Jadi tergantung kita menata. Sebagai orang bertaqwa, Ta Tawadhu’. Qaf, Qana’ah. Merasa cukup apa yang dimiliki. Tapi bukan berarti jangan cari dua kalau ada satu. Ada dua bukan berarti jangan cari tiga. Silahkan cari, cari, cari. Tapi jalan halal, tidak ketemu, syukuri apa yang ada. Itu namanya Qana’ah. Ingin dicukupkan oleh Allah kebutuhannya? Qala Rasulullah SAW: “Man qara’a suratil waakiah fi kulli lailatin lamtusib’hu faakatun abadaa.” Siapa orang membaca suratul waakiyah setiap malam, tidak akan mungkin ditimpa kemiskinan selamanya. Baca suratul waakiyah. Tidak mungkin miskin selamanya. Allah akan cukupkan kebutuhannya. Coba baca suratul waakiyah setiap malam. Kalau Ibu Bapak ngomong, kenapa Amirullah Amri tidak kaya raya? Memang, Rasul tidak bilang kaya. Dia bilang Rasul, tidak miskin. Kalo bapak ibu pake baju, saya juga pake, sekalipun murahan. Ibu bapak punya rumah, saya juga ada tempat bernaung meskipun kecil. Bapak-bapak ibu-ibu ke tanah suci bayar sendiri, saya juga berangkat meskipun dibayarkan. Pernah saya ditanya, ustadz, udah berapa kali ke tanah suci ustadz? Sya bilang. Mudah-mudahan bukan merupakan riya saya berlindung kepada Allah. Saya betul-betul tidak hitung lagi berapa kali ke tanah suci. Kenapa? Karena hamper setiap bulan. Kenapa bisa ustadz? Karena saya sudah ada travel sendiri. Jadi kalu mo berangkat, berangkat lagi. Jadi kalo misalnya ada bapak tidak masuk lagi di Departemen Agama karena musti nunggu, musti antri. Lewat ONH Plus. Gimana caranya? Telepon Amirullah Amri. Ada orang berduit, pak kenapa sih belum ketanah suci? Dia bilang ada panggilan ustadz. Loh, belum ada panggilan? Iya ustadz. Bapak sudah mendaftar belum? Belum pernah mendaftar ustadz. Bagaimana mo dipanggil...? musti mendaftar dulu, bayar dulu. Tapi nomor kursi belum berangkat tahun itu, baru ngomong belum ada panggilan. Enak saja belum pernah mendaftar baru mau dipanggil. Bagaimana bisa? Astaghfirullah.
Ibu-ibu... masih banyak yang belum ke tanah suci yach? Jual gelangnya. Tidak ada gelang, jual rumahnya. Kalau lima, dijual satu kan masih ada empat. Tapi kalo satu rumah baru dijual, tidak betul. Orang udah pada berhenti nangis di padang arafah, dia masih nangis terus. Sampai didekati sama pembimbing agamanya. Bu...bu.. kenapa sih terlalu lama menangis? Terlalu khusuk yah dzikirnya? Dia bilang bukan pak ustadz. Yang saya pikirkan, kalo saya pulang aji, saya mau tinggal dimana lagi, karena rumah saya saya jual. Yang disuruh ke tanah suci itu, yang istitha’ah. Yang sanggup, yang mampu. Mampu materi, mampu fisik, mampu ilmu. Hem... berangkat. Tidak berangkat, tidak Haji, padahal mampu, muncul ajal, “man malaka zaadan waraahilatan tubhalliguu ila baitillah fala yahujja, fala alaihi ayyamuta yawdian aw nazraaniyyan.” Siapa orang yang dilapangkan rezkinya oleh Allah pantas untuk sampai ke ka’bah baitullah, tapi dia tidak Haji muncul ajalnya, tidak ada halangan baginya mati yahudi atau mati nazara. Nadzubillah-summa naudzubillah. Makanya, jangan ditunda lagi. Dia bilang, saya udah punya duit ustadz, Cuma maslahnya, saya tidak hafal do’a-do’anya itu. tidak perlu hafal, do’a itukan bisa buat sendiri. Tidak sama shalat. Kalau shalat, musti tau niat, musti tau baca, musti tau berbuat. Kalau Haji hanya dua, tau niat, tau berbuat sudah sah. Baca-bacanya, silahkan buat sendiri. Ia. Ada jamaah saya, orang cina masuk Islam. itu perjalanan dari rukun yamani ke hajratul aswad, itukan do’a sapu jagad. “Rabbanaa aatinaa....” iyakan pak? Saya rasa kalo rabbanaa atinaa, biar anak kecil juga hafal. Tapi ini orang mau terima beres saja. Dia ikut megang di kain ihram saya. dia bilang, saya ikut saja terus sama ustadz. Apa yang dibilang ustadz saya ikut saja. Rabbana atinaa saya udah teriak-teriak. “Rabbanaa aatinaa...” tuh kan... “Rabbanaa aatinaa...” dia juga ikut. Saya bilang “Rabbanaa” dia bilang “Lambanaa.” Rabbanaa dia lambanaa. Tapi orang is.. orang...orang bukan Islam masuk Islam, jadi wajar. Yang lain jamaah. Kenapa gitu? loh udalah, nanti Allah yang nilai. Kemampuannya hanya samapi disitu. Kecuali bapak, dari sononya Islam baru salah, jangan! Ini baru kemaren, apa lagi lidahnya itu, orang china kan kadang susah sebut huruf R. rabbanaa dia bilang Lambanaa... hehehehe... lambana. Sampai hajratul aswad kan gini Bismillahi Allahu Akbar. Dia bilang allahuacbal....
Saya ulangi, Taqwa itu qaf. Qana’ah, merasa cukup apa yang ia miliki. Nah... mensyukuri nikmat Allah, pakai harta itu, jadikan harta itu sebagai batu loncatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jangan justru harta itu membuat semakin jauh dari Allah. Harta itu yang membuat... astaghfirullahal adzim... lupa Allah, lupa agama, anak-anak tidak ada yang shalat, tidak ada yang ngaji. Kacau rumah tangga. Naudzubillah.
 Hem Ta, Tawadhu’. Qaf, Qana’ah. Kemudian Wau, Waunya Taqwa. Wau itu dari kata Wara’a itu adalah, punya sifat kehati-hatian. Kalo saya berteman dengan orang ini, saya, salah sedikit saya juga tergelincir ke lembah dosa. Maka lebih baik saya hindari deh. Saya tidak usah berteman dengan orang seperti ini. ini namanya Wara’a. hem jadi, orang bertaqwa itu. Tawadhu’, Qana’ah, Wara’ah kemudian huruf terakhir. Alif, dari kata ikhlas. Ikhlas itu, tidak ada defenisinya pak. Apa ikhlas? Tidak ada yang mendefenisikan. Dia bilang si Anu sangat ikhlas. Tidak ada yang tahu keikhlasannya orang kecuali, Allah. Imam Ghazalih Hujjatul Islam ia berjumpa dengan Allah. Tentu perjumpaannya dengan bentuk rahasia. Sehingga tidak bisa dilafaskan dengan kata-kata seperti apa? Karena Allah rahasia, perjumpaannya juga rahasia. Ditanya, Ghazalih, tahukah amalmu kau bisa jumpa denganku? Kata Imam Ghazali, mungkin karena tahajjudku ya Allah setiap malam. Kata Allah, belum aku nilai tahajjudmu. Mungkin shalat dhuhaaku setiap hari? Juga belum mendapat penilaian. Mungkin puasa sunnatku senin dan kamis? Juga belum dinilai. Kaget Imam Ghazali, kalau gitu, apaku dong yang dinilai dariku? Sampai aku bisa jumpa dengan-Mu ya... Allah? Kata Allah, disuatu saat engkau menulis, terus seekor lalat mampir di polpenmu, di penamu. Kau hentikan pulpenmu, kau tidak gerakkan karena kau mengizinkan lalat itu menikmati apa yang mau dinikmati dari pulpenmu itu. inilah amalmu yang aku nilai ikhlas, menyebabkan engkau bisa jumpa denganku.
Ada sahabat yang amat dekat dengan Rasulullah, namanya Kirqira. Sopirnya Rasul. Kalau Rasul naik kendaraan, dia yang nyetir. Kendaraan pada waktu itu kan onta. Dia tarik tali onta. Dia sopirnya Rasul. Tapi ketika meninggal, kata Rasul: “Hua finnar.” Dia di neraka. Kaget semua sahabat, loh kok neraka Rasul? Orang dekat kepada Rasul, kenapa Rasul? Kata Rasul, kau periksa tubuhnya. Setelah diperiksa tubuhnya, ada mantel curian dia selipkan di punggungnya. Baru saja mencuri mantel, meninggal. Maka perbuatan terakhirnya mencuri, neraka. Makanya, belum bisa kita menarik kesimpulan dari sekarang. Siapa yang selamt, siapa yang celaka, biarkan sampai tarekan nafas terakhir. Jangan sorbannya panjang, tasbihnya dua, kiri-kanan pake tasbih. Lantas sudah selamat, oh belum tentu. Persoalan keikhlasan kita tidak tau, ikhlas apa tidak. Lalu bagaimana di akhir hayatnya kita belum ngerti. Yang peminum, pejudi, yang rampok, yang curang, mudah-mudahan dia tobat. Mudah-mudahan dia tobat dan diakhir hayatnya, menghembuskan nafas terakhir dengan kebaikan maka selamatlah dia. Maka salah satu do’a, “ya Allah, jadikan kami hambamu yang diakhiri nafas terakhir dengan kebaikan.”
Terakhir saya sampaikan, jadi tema pembahasan pada pagi hari ini, mengaktualkan nilai-nilai isra’ dan Mi’raj untuk meningkatkan Iman dan taqwa. Iman itu sesungguhnya naik turun, tidak mencuri yang pencuri kalo imannya ada. Tidak korupsi yang koruptor kalo imannya ada. Kalo imannya keluar, baru ia lakukan. Karena Iman itu naik turun, perlu dijaga, perlu dipagari. Apa pagarnya? Imam Ghazali Hujjatul Islam menawarkan empat hal. Peliharalah Iman itu dengan empat hal.
Satu. Tadabbarul Qur’an. Senantiasalah mengaji dan mengkaji Al-Qur'an. Rupanya Rasulullah SAW. Tidak tidur sebelum menyelesaikan membaca enam surah. Satu, suratul kahfi, biar diselimuti cahaya sampai pecan depan. Cahaya disitu bukan bersinar seperti cahaya listrik, tapi cahaya bermakna ketenangan, ketentraman, sama kalo orang do’a, “allahumma je’alfi qalbi nuuraa.” Ya Allah, jadikan hatiku cahaya. Bukan dadanya bersinar, tapi selalu tenang perasaannya. Suratul kahfi. Yang kedua surah yasin, penolak bala. Yang ketiga Ad-dhuhon, perisai antara si pembaca dengan apinya neraka. Yang keempat, surah Ar-rahman, biar berberkah, tentram, aman, damai, bahagia, rumah tanggahnya, surah Ar-rahman. Udah empat. Yang kelima, suratul Wakiyah, biar dicukupkan kebutuhan ekonominya oleh Allah. Biar sedikit kalo cukup. Udah lima. Yang keenam, suratul Mulki. Tabaraklladsi biadihil mulk. Biar dimudahkan ketika sakratul maut. Enam surah yang dibaca Rasulullah lalu tidur. Nah... disuatu saat Rasul panggil istrinya, “ya... Aisyah ta’Ali. Aisyah, la Tanami hatta tahtamil qur’an.” Kau jangan tidur Aisyah, sebelum tamat membaca qur’an. Loh tammat? He’em tammat. “Yaa Rasul, fidaka abi’i wa ummi la ukduri hasa sa’a.” bapak dan Ibuku jadi taruhan, saya tidak bisa tammat qur’an baru tidur ya Rasul. Kata Rasul “Aisyah, iza qara’ti qulhuwallahu ahad dsalasa maraatin. Faqa’annakii qara’al qur’ana ajma’a.” kalau engkau membaca qulhuwallahu ahad tiga kali, maka engkau seakan-akan tammat qur’an. Malah, Aisyah, kumpulkan kedua telapak tanganmu, lalu kau baca qulhuwallahu ahad tiga kali, tambah qul a’udzu birabbil falaq, qul a’udzu birabbinnas, lalu kau tiup. Hufts.... usapkan ke seluruh tubuhmu yang mampu kau raba, lalu kau tidur. Maka amanlah engakau dari dua bahaya, aman dari bahaya lahiriyah, sementara tidur ditikam. Kau aman dari bahay batiniyah, kena santet, orang Sulawesi bilang doti. Makanya, sebelum tidur, doti duluan, doti do'a tidur.
Rasul, baca enam surah baru tidur. Ibu-ibu, selesaikan juga enam judul sinetron baru tidur. Jam enam sampai jam tujuh maghrib,sinetron pertama tarzan cilik. Jam tujuh sampai jam delapan, sinetron kedua, suami-suami takut istri. Sinetron ketiga, apa? Muslimah. Jam sepuluh sampai jam sebelas, dewi. Jam sebelas sampai jam dua belas, aku diatas, engkau dibawah. Enam judul sinetron selesai baru tidur. Rasul enam surah. Ibu, enam judul sinetro. Tapi bukan ibu-ibu disini, ibu-ibu ditempat lain.
Saya rasa inilah yang sempat saya sampaikan, maaf atas segala kekurangan, terima kasih banyak atas seluruh perhatiannya, kalau kebenaran yang saya sampaikan, pasti datang dari Allah. Kalau ada salah dan kekurangan, saya Amirulah Amri manusia biasa sering salah, semoga kesalahan yang saya perbuat Allah mema’afkan hambanya. Sebagai kata kunci, pingin selamat? Sembah Allah, muliakan sesamnya. Sekian dan demikian, sampai jumpa dilain waktu dan kesempatan, saya Amirullah Amri.
Asslamualaikum wr. wb.

Untuk Download Rekaman Ceramah Ini, silahkan klik

Download