AKTUALISASI
IMAN DAN TAQWA
Oleh:
Drs. H. Amirullah Amir, M.A
Editor: Ririn Sunadi
Assalamualaikum
wr wb
Alhamdulillah,
alhamdulillahi rabbil alamin. Wabihinastainu wa’ala umuuriddunia
waddiin.............................dst
Sining
umma selleng malebbi engkae ri amasei ri fuang Allahu Ta'ala
Kalau
seandainya Allah panjangkan umur kita, maka sebulan satu hari kedepan insya
Allah, kita masuk bulan suci ramadhan. Jikalau toh Allah panjangkan umur kita,
karena persoalan ajal kita tidak ngerti berangkatnya kita berbaring di liang
lahat alam kubur kapan? tidak ada yang mengetahui. Yang jelas sakratul maut
muncul, ajal tiba. Malaikat Israil malakul maut tidak pernah pilih kasih. Tidak
perduli apakah orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, jendral atau
kopral, rajin shalat atau tekun teler. Kalau sampai saatnya musti berangkat
berbaring di liang lahat alam kubur. Apa yang dibawa ke dalam kubur? tidak ada
apa-apa, tangan kosong. Kain pembungkusnya orang mati adalah kain kafan, kain
yang tidak berharga. Olehnya itu, jangan ada yang sombong karena hartanya.
Betul...
Ibu-ibu
yang sering pake gelang sampai di siku, jangan sombong Bu yach....
kadang-kadang ibu-ibu pak kalo gelangnya sampai di siku, biar tidak gatal
kepalanya digaruk terus.... jangan sombong Bu dengan emasnya, bahaya. Ibu
meninggal, gelang sampai siku terancam. Istri baru yang pake di belakang.
Jangan sombong dech. Lagian setelah sampai tertimbun tanah di perkuburan,
barangkali disana hanya tiga hari tiga malam, mata yang indah ini meleleh
dengan sendirinya. Daging pipi rontok, kedua bibir berpisah dengan gigi, lutut
berpisah dengan paha, perut menggembung menjadi santapan cacing tanah, lobang
hidung dan mulut keluar darah dan nanah. Mana hartamu yang sering kau
sombongkan? Apa kira-kira? Bapak tentara, Bapak polisi. Uadah ditimbuni tanah
di pekuburan, upacara ABRI di atas. Nembak orang. dededede.....dung.... kata
mungkar nakir di bawah habiskan pelurumu di atas, saya sikat di bawah. Kalau
seandainya tidak shalat.
Nih tema
terpajang di depan kita, “kita mau mengaktualkan, menyatakan, merealkan,
menampakkan nilai-nilai isra’mi’raj. Untuk meningkatkan iman dan taqwa”. Iman bukan
sekedar ungkapan di mulut. Kalau jadi orang Islam sih gampang pak. Jadi orang
muslim syaratnya hanya satu, jadi orang beriman syaratnya tiga, jadi orang
taqwa sesuaikan saja hurufnya, empat. Ini yang mau saya terangkan.
Muslim,
inilah yang banyak di bumi Indonesia, karena syaratnya jadi muslim itukan hanya
satu. Syahadat, udah pernah mengucapkan kedua kalimat syahadat, meyakini
keberadaan syahadat itu, udah muslim namanya. Meskipun tidak shalat, biar tidak
puasa, biar rampok, biar pebom, itu muslim. Kerena pernah mengucapkan dua
kalimat syahadat. Cuma, muslim apa dulu? dalam Al-Qur'an itu, yang tiga puluh
jus, enam ribu enam ratus enempuluh enam ayat, seratus empat belas surah, Islam
itu terbagi lima.
Satu,
Islam munafik. Islam tapi munafik, lain bicaranya, lain kenyataannya di
lapangan. Sebelum dapat kursi di DPR, selangit janji-janjinya. Betul....? cuman
bukan di Luwu Utara. kejadian di kampung orang. dan mungkin disini tidak jauh
beda. Minta maaf saya bilang koq mungkin, makanya tidak perlu tersinggung.
Mungkin itu, bisa jadi bisa tidak. Kenapa sih tersinggung kalo tidak? Sebelum
dapat kursi hebat.....!!!! promosi dibarengi dengan ayat kursi. Begitu dapat
kursi, ayatnya dilupakan. Ada yang sangat fatal, rajin nyumbang sebelum
pemilihan. Bagi-bagi sarung, bagi gula pasir, bagi apa. Bahkan masjid dibelikan
karpet. Tapi begitu tidak naik, digulung kembali karpetnya. Astagfirullah....
Hati-hati
janji-janji orang lalu tidak di aktualkan, tidak di realkan, tidak dinyatakan.
Islam tapi munafik... Astagfirullahal adzim... janji itu hutang, meninggalkan
hutang bahaya pak. Meninggal “Ruuhahu
muallakun baina ssama’i wal ard.” Nyawanya tergantung antara langit dan
bumi. Hati-hati berutang, janji itu utang. Ibu-ibu yang sering bernazar, utang
juga itu Bu. Dia bernazar: “Ya..... Allah....! kalau suamiku tidak jadi kawin
lagi. Saya puasa tiga hari berturut-turut.” Kenapa mjusti ngomong
berturut-turut lagi? Kemarin pusa, hari ini puasa, besok puasa lagi. Itu
namanya berturut-turut. Tapi menjelang maghrib, lima menit buka puasa, dia
haid. Batal lagi secara keseluruhan. Kenapa? Tidak berturut-turut lagi. Makanya
lebih bagus ngomong: “Ya... Allah.. kalo anakku lolos di SMA, aku puasa tiga
hari,” tiga hari itu terserah. Kemarin satu, bulan depan satu, nanti tahun
depan lagi satu. Yang penting terbayar sebelum meninggal. Kalo tidak terbayar
lalu meninggal, ahli warisnyalah yang bayar di belakang. Makanya, kalo bernazar perdengarkan keluarga.
Karena ajal kita tidak ngerti. Meninggalnya kita kapan. “Mammata wa alaihi siamun shama anhu waliyyuhu.” Siapa orang meninggal dan ada puasanya, maka
dipuasakan oleh ahli warisnya. HR. Muslim.
Ini
ramadhan tinggal satu bulan satu hari Insya Allah. Malam pertama nanti bangun
sahur, menurut faham Malikiyyah, disitu niat satu bulan. “Sengaja aku puasa ramadhan
tahun ini sebulan karena Allah.” Kalo Imam Syafi'I, Imam Syafi'i itu setiap malam
wajib niat. Kalo Imam Malik malam pertama niat untuk satu bulan, Imam Syafi'i
setiap malam. Tidak mengapa lakukan dua-dua dech. Malam pertama “Sengaja aku
puasa Ramadhan tahun ini sebulan karena Allah.” Udah itu baru niat “Sengaja aku
puasa besok Ramadhan tahun ini karena Allah.” Besok lagi niat besok, besoknya
lagi niat besok. Seandainya lupa, ah
teruskan saja puasanya. Ada niat cadangan satu bulan di malam pertama.
Ada yang
nanya saya: pak ustadz, itu kalo Ramadhan, inikan udah makan sahur, tapi belum
imsak. Masih ada waktu sepuluh menit bolehkah hubungan suami istri? Udah makan
sahur, udah niat puasa. Tapi belum imsak, masih ada waktu sepuluh menit, boleh
ndag hubungan suami istri? Ya boleh saja. Yang penting, taruh radio di dekat
kepalanya, sementara keasyikan berbuat, bunyi radio kuk kuruyuk....! imsak
telah tiba, musti berhenti. Jangan istri bilang: teruskan pak teruskan pak.
Lanjutkan, terlanjur. Terlanjur apaan? Kapan diteruskan perbuatannya itu, lewat
imsak tidak berhenti. Dikenakan kaffarat, dikenakan denda. Dendanya, satu
memerdekakan budak. Tidak ada orang yang punya budak, gugur. Yang kedua,
memberikan makan orang miskin enam puluh. Jangan juga ditempuh, buat
orang-orang yang berduit. Semua orang mau, berapa sih enam puluh orang? Enam
puluh orang kali lima belas ribu, tidak berarti. Terlalu ringan, jadi gimana
dong? Musti ganti puasanya itu di luar Ramadhan selama dua bulan
berturut-turut. Tidak boleh diselang-selingi. Siapa yang ganti? Hanya suami
istri tidak. Ada yang ngomong, kalo gitu nggak adil dong. Masa dua pelakunya,
bahkan dia yang ngajak saya. saya sih tidak mau tapi diajak. Kenapa musti suami
yang di denda? Persoalannya, suami adalah pemimpin. Dia punya tanggung jawab. Arrijalu kawwamuna alannisaa. Laki-laki
pemimpin, suami pemimpin. Ada seperti itu suami tanggung jawab. Makanya, dia
musti di denda. Bukan istri yang didenda. Istri tidak shalat, suami tanggung
jawab di depan Allah. Suami tidak shalat, tanggung jawab sendiri di depan
Allah.
Makanya
pak, kalo istrinya Bapak tidak shalat, cobalah diberitahu dengan lemah lembut.
Mak shalat yah, masa udah tiga setengah anakmu belum shalat. Udah suara lemah
lembut tidak juga mau shalat. Keras, woy... woy... shlat! Udah suara keras
belum juga tidak mau shalat, pisah tempat tidur. Udah pisah tempat tidur belum
juga shalat, pukul istrinya. Pukul, pukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan
fisiknya. Memukul istri dengan sapu tangan. Woy... sholat. Mukul istri dengan
sapu tangan, dan mukul istri dengan daun pisang dan jangan mukul istri memakai
kulit durian. Udah mukul istri belum juga mau shalat, jalan terakhir... ganti.
Ia, daripada Bapak yang tanggung jawab di akhirat, gimana sich? Tapi kalo
istrinya ibu tidak shalat, tidak perlu ibu berpikir gimana ganti suami. Kenapa,
loh kok ibu yang dibeli, ibu yang yang dibeli, bukan ibu yang membeli. Lalu kan
tidak ditanya di akhirat, “kenapa suamimu tidak shalat?” gak ada pertanyaan.
Bahkan istri itu kata Rasulullah, seandainya orang boleh sujud selain daripada
Allah, maka aku perintahkan istri sujud pada suaminya. Menurut kitab akhlak,
betapa disuruh memuliakan suami, ini suami kalo dia meletakkan tangannya di
tubuhnya istrinya, dibagian mana saja, apakah atas, tengah, bawah, utara,
timur, barat, selatan, bagian luar atau dalam. Tidak boleh istri melepaskan
tangan suami, kecuali dia minta izin kepada suaminya. Setuju pak.... memang
musti gitu dong Bu.... musti minta izin. “Pak... pak... pak... berangkali bagus
dipindahkan tangannya? Kayaknya udah hangus pak, udah hangus.”
Saya ulangi
sesuai dengan tema, kita mau Islam, beriman, bertaqwa. Islam terlalu banyak
modelnya. Satu Islam tapi munafik, lain bicaranya, lain di lapangan. Dagang,
bensin dia campur dengan minyak tanah. Munafik namanya itu. bisa saja tidak
munafik dan silahkan campur minyak tanah, tapi tulis: “bensin murni campur
minyak tanah.” Ketika dilantik, dia mau berjuang untuk rakyat, dia mau berjuang
untuk bangsa, dia mau jujur. Buktikan! Tapi kapan dia tidak sesuai dengan
sumpahnya itu. apakah dia korupsi. Belikan pakaian, pakaiannya bersih tapi
tidak suci. Uang korupsi pake ke tanah suci... setengah mati teriak di mekah
“labbaika llahumma labbaik, labbaika la syarikalaka labbaik.” Ya Allah, aku
datang memenuhi panggilanmu ya Allah. Kata Allah, siapa yang panggil
engkau....? uang korupsi kau pake...
Selanjutnya.....
minum dulu.....
Saya
bicara seperti ini, panitia yang minta sesuai dengan tema. Betul.....?
Mengaktualkan
nilai-nilai Ira’ Mi’raj. Islam tapi munafik, ada lagi Islam tapi musyrik. Dia
Islam tapi musyrik, mempersekutukan Allah. Ada problem, ada persoalan, suami
tidak btah di rumah. Dukun bertindak. Kenapa musti ibu ke dukun? Maunya,
kembali menginstrospeksi diri, kenapa suami saya tidak betah di rumah? Mungkin
karena istri baru keliatan cantik kalo ke gedung perkawinan. Tapi mau masuk
kamar, astagfirullah. Rambut tidak pernah disisir, gigi tidak pernah disikat,
pake baju daster sobek di bawah ketiak, udah tiga minggu tidak pernah dicuci,
tangan kiri bau minyak tanah, tangan kanan
bau minyak gosok. Begitu suaminya masuk kamar, kamar berantakan. Seperai
ranjang tidak pernah dibersihin. Kata suaminya “Loh...loh....loh...! ini kamar
atau kapal pecah? Kata istrinya, sengaja pak tidak dibaikin, kan mau ditempati
lagi tidur, oleh sekalian besok pak. Tidur saja deh...! kata suaminya, oh...
gitu yah? Kalo begitu, kalo kau be’ol mala mini, tidak usah dulu cebok nanti
besok, karena besok kan be’ol lagi. Gimana mau betah suaminya di rumah kalo
begini modelnya? Instrospeksi diri, tidak perlu ke dukun. Lalu itu ke
dukun-dukun, nanya ke paranormal,
termasuk sms-smsan untuk mengetahui nasib ke depan. Itu Islam tapi musyrik,
mempersekutukan Allah. Islam tapi musyrik, mendatangi saja dukun tukang ramal.
“man ata’rafan fas’aluhu an syai’in fashaddakahu lan tuqbal salatun arba’ina
yauman.” Siapa orang mendatangi dukun, tukang ramal. Menanyakan sesuatu lalu
mempercayainya, maka tertolaklah shalatnya empat puluh hari. Astagfirullah, di sms
lagi, bagaimana nasib saya ke depan, astagfirullah. Musyrik, Islam tapi
musyrik. Udah dua nih. Islam munafik, Islam musyrik.
Yang
ketiga, Islam tapi dzalim. Menganiyaya diri, menganiyaya orang lain. Suka
nyakitin orang, tidak pernah senang melihat orang lain sukses. Dia berupaya
untuk menyakiti sesamanya. Astagfirullah. Dzalim, orang lain naik jabatan dia
naik tekanan darah. Orang beli obil dia yang pingsan. Bu, termasuk merusak
diri, dzalim itu menganiyaya diri. Jangan dirusak-rusak dirinya deh. Ini alis
udah diaturkan oleh Allah jaraknya sesenti jaraknya dari mata, tidak perlu
dicukur lau dipindahkan ke dahi. Dia pindahkan ke dahi modelnya tikungan. Islam
tapi dzalim. Jikalau toh muslim, yang meledakkan bom di hotel marriotitu ,
Islam tapi dzalim. Menganiyaya diri sendiri dan menganiyaya orang lain. Islam
tapi dzalim.
Yang
keempat, Islam tapi fasik. Fasik itu, hobi, gemar melakukan dosa-dosa besar.
Termasuk keseringan membuat kedua orang tuanya meneteskan air mata gara-gara
karakter prilakunya. Fasik itu. saya yakin, pak wakil bupati, bisa jadi wakil
bupati karena do’anya ibunya. Pak sekda jadi sekda, doanya ibunya. Pak
kapolsek, kapolres, pak dandim, danramil, dan semua yang punya jabatan bukan
kehebatannya semata, tapi bagian dari doanya ibu. Betul kira-kira pak? Tapi
banyaknya orang melupakan ibunya. Astagfirullahal adzim. Coba Bapak merenung
kita masih sekolah sampai sarjana. Rela mama menderita, asalkan anaknya
bahagia. Ridha mama pake sandal jepit, asalkan anaknya pake sepatu. Rela Bapak
naek sepeda asalkan anaknya naek motor. Bahakan ridha terhina, ngutang, minjam
duit kiri kanan. Utnuk ongkosi anaknya. Tapi terkadang anak setelah mendapat
jabatan, lupa sama orang tuanya. Astgfirullahal adzim. Islam tapi fasik.
Yang
kelima, nah ini yang kita kehendaki. Islam kaffah. “yaa ayyuhalladziina amanu ud’huluu
fissilma kaaaaffah.” Hai orang-orang yang beriman, yang percaya adanya Allah.
Masuklah Islam secara keseluruhan. Ada yang memberikan pemahaman, keseluruhan,
mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut semua muslim. Tangan, muslim. Islam. Aslama,
yuslimu, islaman, aw islamiyatan artinya selamat. Selamat orang lain dari
tangan kita. Cari reski, carilah yang halal. Islam. aktualkan itu shalat
“Assalamualaikum” di akhir shalat. Assalamualaikum warhmatullah, menengok ke
kanan. Itu pertanda, semaua yang ada di kanan selamat dari gangguan saya. di
depan juga selamat, di kiri juga selamat, semuanya selamat. Olehnya itu, tidak
boleh saya tampar orang, karena tidak selamat lagi. Mengaktualkan nilai-nilai
shalat.
Ada biasa
kalo shalat, saya nggak ngerti, belajar dimana sih. Kenapa musti buka telapak
tangan baru assalamualaikum? Dia buka, assalamualaikum warahmatullah. Yang kiri
dia tutup, assalamualaikum warahmatullah. Ini dibuka, ini ditutup. Kenapa
dibuka? Saya buka pintu sorga. Kenapa ditutup? Saya tutup pintu neraka.
Persoalannya adalah, mana ayat hadisnya? Yang suruh begitu, jangan buat-buat
gerakan. Terkecuali sudah assalamualaikum lantas mau buka, mau jungkir, mau
salto terserah. Karena sudah shalat lagi. itu akhirnya shalat itu kan
assalamualaikum ke kanan. Kalo assalamualaikum ke kiri itu hukumnya sunnah.
Jadi kalo misalnya ada orang shalat, assalamualaikum terus dia kentu.
“Assalamualaikum.... puuuuu...” tidak usah diulang shalatnya, udah sah itu.
Saya
ulangi, kitaa mau Islam kaffah. Tangan Islam, telinganya Islam, pendengarannya
Islam, mulutnya Islam, jangan hobby ngerumpi cerita kekurangan orang. Betul
ibu-ibu....? kenapa sih cerita suaminya orang? Emangnya ibu tidak punya suami?
Dia bilang “toh katanya suaminya selingkuh” st...st.. emangnya ibu tidak punya
suami? Dia bilang saya juga punya suami ustadz, tapi sabar, kalem, barangkali
sudah loswbat? Sampai kalem. Kenapa ceritra suaminya orang? Dia liat perempuan
ama laki gandeng tangan. Uh... dia heran lagi... “Itu suaminya yah...?” “he’em
suaminya.” Dia bilang “heemm kurusnya.” Biar kurus, tapi perkasa. Daripada ibu,
suaminya gemuk tapi lowbet. Umpama...
Jadi
Islam itu syaratnya satu saja. “Sayahadat” pernah syahadat, sudah muslim. Cuma,
muslim kelas apa dulu? Islam tapi munafik, Islam tapi musyrik, Islam tapi
dzalim, Islam tapi fasik, yang kita inginkan Islam kaffah. Udah Islam.
Terus
tema, Iman. Iman itu, percaya. Syaratnya tiga. “Al-ikraru bil lisan, wattasbiku
bil qalb, wal amalu bil arkan.” Diucapkan dengan lidah, dimana pun, kapan pun,
situasi bagaimana pun. Meskipun nyawanya terancam, tetap dia mampu berkata saya
muslim. Bukan sekedar ungkapan lewat mulut. Dia benarkan dengan hatinya, dan
diaktualisasikan dengan lewat perbuatannya. Itulah syaratnya orang beriman.
Orang
Islam namanya muslim, orang beriman namanya Mukmin. Diucapkan dengan lidah,
dibenarkan dengan hati, dilakukan dengan anggota tubuh. Jadi, Islam itu bukan
sekedar identitas di kartu penduduk. Tapi kita liat di lapangan. Sepeti apa
karakter prilakunya. Muslim....??? hmmm... Alhamdulillah. Tapi adakah dia
muslim beriman? Kalau muslim beriman, inilah yang aktual di lapangan. Bukan
sekedar berkata saya islaam, lalu tidak shalat. Buat apa tuh mesjid terlalau
indah, kalo isinya kosong.
Ada
mesjid pak, saya lewat, dipukul bedug. Prok..prok..prokk.... saya mampir. Udah
saya berwudhu masuk di mesjid, shalat sunnat tahyatul mesjid. Udah itu, saya
nungguin orang-orang yang dateng, rupanya tidak ada yang datang. Saya shalat
sendiri pak. Rupanya, itu tadi orang hanya datang mukul bedug, baru pulang.
Sendiri saya shalat. Minta maaf, di
masjid itu seakan-akan tempatnya orang-orang yang bermasalah. Orang pension,
masuk mesjid. Mati sebelah, masuk mesjid. Orang rematik, asam urat, masuk
mesjid. Oraang dimuta’zim masuk mesjid. Orang bangkrut, masuk mesjid. Orang
terancam dipenjara masuk mesjid. Istri-istri yang suaminya mau kawin lagi masuk
mesjid juga. Orang-orang bermaslah banyak masuk mesjid. Tadi malam, saya ngisi
isra’ mi’raj. Di perumahan elit, rumah-rumah pada bagus. Masjidnya cantik,
tegelnya mar-mar. kalo saya tidak salah hitung, dua belas lamki-laki, delapan
perempuan. Semua pada sibuk ngurus dunia. Astagfirullah....
Mau
meramaikan mesjid? Ayo... pejabat-pejabat masuk mesjid. Atasan masuk mesjid,
pasti bawahan juga masuk mesjid. Kalau pak lurah yang adzan, pak camat yang
Imam. Kira-kira ketua RT sudah ngepel. Subhanallah. Apa sih salahnya
sekali-kali adzan? Cuma kalo shalat itu, asshalatu khairumminannaum jangan
dibuat panjang kalimatnya, pendek. “Asshalatu khairumminannnauum.” Ada yang
adzan “nnaauummmmmmmmmmm.” Kenapa balapan? Udah muadzinnya suara uka-uka.
Datang lagi Imam orang gemetaran. Udah susah memperbaiki makhrajnya. Sho dengan
Sya susah dibedakan. Karena giginya sudah hilang tiga, goyang empat. Mau
diganti siapa yang mo ganti? Terpaksa pake gemetaran saja. Astghfirullah.
Bagaimana juga mau nikmat shalat kalo imamnya gemetaran?
Tuh
dimekah kalo shalat, apalagi kalo Ramadhan shalat taraweh. Tumpah air mata
membasahi pipi. Kenapa? Semua fasilitas kan serba mendukung pak. Mesjid besar,
kipasa angin bagus, ACnya dingin, suara Imam cakep, ka’bah di depan mata. Apa
tidak nangis kira-kira? Kalo kita, kadang. Mesjid sumpet, kipas angin tidak
ada, ACnya memang dari dulu tidak pernah ada, muadzin suara uka-uka, Imam
batuk, anak-anak rewel, petasan bunyi, sandal terancam. Astghfirullahal adzim.
Gimana mau nikmat?
Di haram
baru takbir subhanallah. Allahuakbar.... Alhamdulillahirabbil alamiiin.
Arrahmaanirrahiim. Maalikiyaumiddiiin. Dan selanjutnya-selanjutnya. Nikmatnya
perasaan pak. Itu kalo malam terakhir Ramadhan. Sudah baca qula’udzu
birabbinnas. Semua diakhiri ayat itu dengan huruf sin. Alangkah indahnya
Al-Qur'an. Semua orang bercucuran air matanya. Karena keindahal Al-Qur'an itu
dan kemerduan suara yang Imam. “Qul a’udzu birabbinnaas. Malikinnaas.
Ilahinnaass. Minsyarril waswailhannaass. Alladzi yuwaswisu fii suduurinnaass.
Minaljinnnati wannaass.” Semau sin, nikmatnya tuh perasaan. Subhanallah.
Ngaku
orang Islam beriman, jangan sampai tidak baca Qur'an. Rumah itu jangan
ditempati tidak baca Qur'an. Apapun kita, seperti apapun profesi kita. Jangan
sampai tidak buka Qur'an. Musti baca. Tuh tadi Qula’udzu birabbinnas saja
indahnya itu pak. Betul-betul membuat hati ini tenang. Masya Allah. Tapi kalo
yang Imam orangnya gemetaran. Tukang adzan “Hayyaa’alaccaalaaa.” Memang tidak
tergerak hati. Masa’ hayya’alaccala? Yang Imam, “alhandulillahi...”
hem...hem...hemm... “an’amta” tidak bisa lagi pak “anak onta alaihim” bacaan
anak onta alaihim.
Lalu
sangat kurang kader pak. Kenapa kurang kader? Mungkin salah satu penyebab,
soalnya kalo Musabaqah Tilawatil Qur'an hadiyahnya apa? Jam dinding rusak. Tapi
kalo KDI, haa.... kunci mobil. Kunci mobil pak... Musabaqah, jam dinding, rusak
lagi. Makanya terlalu banyak kader kalo nyanyi dangdut. Kurang kader kalo untuk
Imam. Yang kadang, pak Haji, pak Haji, jadi Imam deh pak Haji! “Anu.. saya
batuk.” Langsung batuk. Orang yang mau ke tanah suci, cobalah belajar
surah-surah pendek. Kan biasa skalo pulang dari tanah suci di dorong jadi Imam.
Orang cari berkah. “pak Haji... pak Haji... jadi Imam pak Haji.” “Anu... saya batuk” tidak apa-apa pak Haji,
dikecilkan saja suaranya supaya kami juga dapat berkah.” Terpaksa tampil jadi
Imam. Dia baca surah yang paling pendek sesudah Fatihah. Apa itu? Innaa
A’thainaa. “innaa a’thainaa kalkauzar. Fasallili rabbika wanhar. Inn.... in....
inn....in... innaa...in...innaa.” tidak ngerti innaa apa sambungnya. Untungnya
ada anaknya yang kecil juga ikut, inilah yang bantu bapaknya. “In...innn....
innnaaa lillahi wainnnaa ilaihi raajiuunn.” Padahal kalo tidak ngerti apa
sambungnya ya rukuk. Kenapa sih musti dipaksakan? Iya, kenapa musti dipaksakan.
Rukuk, sah.
Lalu kalo
makmum memang tahu yang benar, benarkan itu. Tidak perlu ditarik. Oh kau
berhenti jadi Imam saya musti tampil. Bukan budaya Islam yang kayak gitu.
Pimpinan kita ada kekurangan, berusahalah bagaimana supaya kekurangan itu kita
kerja sama-sama. Bukan dironrong supaya turun. Udah terlanjur dilantik, udah
terlanjur menjabat. Ada kekurangannya, bantu. Itu baru Islam, bukan ditarik
turun. Oh... kau turun, saya lagi yang gantikan. Maka Bapak tampil ada lagi
kekurangan, ditarik lagi. Ini yang dikerja terus. Kapan pembangunan jadi-jadi?
Betul....?
Subhanallah.
Kalo masih bisa dibaikin, baikin. Kalo ada kekurangan orang, bagaimana supaya
dibantu bagaimana kurang lagi. Karena semua orang pasti ada kekurangan. Jangan
justru kesalahan sedikit dibesar-besarkan. Si anu korupsi... uw berangkali ibu
juga korupsi? Cuman tidak pernah dimuat di Koran. Apa korupsinya ibu-ibu? Kalo
ke pasar. Dia mampir coba langsatnya orang satu kilo baru tidak beli. Itukan
korupsi juga.
Udah jam
berapa? Lanjut? Terus? Tidak capek? saya yang capek. Dari Makassar kesini saya
kurang lebih sepuluh jam. tapi tidak apa-apa baru ketemu dengan Bapak-Bapak
ibu-ibu. Terus yah.... ini terakhir nih.
TAQWA
Taqwa.
Taqwa itu empat hurufnya dari kata Ta, Qaf, Waw, dan Alif. Tulisannya itu
taqwaya. Tapi ya itu adalah alif. Ta dari kata Tawadu’. Tawadu’ itu merasa
rendah hati, tidak sombong. Pangkat, sudah tua pensiun. Harta, tidak dibawa ke
kubur. Kecantikan, pasti pudar. Betul ndag kira-kira Bu? Ibu masih
cantik-cantik soalnya masih empat puluh ke bawah. Coba lihat mukanya neneknya,
yang berumur delapan puluh Sembilan tahun. Suruh bercermin, biar dirinya
jengkel liat bayangannya di cermin. Kenapa? Bibir bawah semakin turun, bibir
atas semakin keatas. Orang perancis bilang, appaloikko.
Taqwa.
Ta, berasal dari kata Tawadu’. Merasa rendah hati. Oh, hebatnya seseorang.
Betul-betul hebat. Dia berpangkat, dia berduit, dia bangsawan, tapi Tawadu’.
Tapi Astaghfirullah, orangnya kere, dompet kempes, sandal belum lepas
cicilannya, baru sombongnya selangit. Apa dia bilang? “Biar miskin asal
sombong.” Laa haula walaa kuwwata illaa billah. Allah amat benci. Ta, Tawadu’.
Kemudian
Qaf. Itu dari kata Qana’ah. Merasa cukup apa yang dia miliki. Kapan ada orang
mensyukuri nikmat Allah? Maka orang itu kaya, sekalipun hartanya sedikit. Tapi
kayanya adalah kaya jiwa, kaya perasaan. Persolan kaya itu kan persoalan
perasaan. Buat apa kaya harta kalau miskin jiwa? Apa arti kaya kalau miskin?
Biarlah miskin asal kaya. Nabi Isa a.s adalah manusia yang tidak bermateri.
Bajunya hanya di badan to’. Rumah tidak punya. Tapi toh sempat melontarkan
kalimat: “Kujadikan langit adalah atapku,
kujadikan bumi adalah tikarku, disaat aku tidur, kujadikan bantal daun
telingaku, kuterbangun di pagi hari, kusut rambutku, aku sisir pakai jari
tanganku. Cerminku adalah air, makananku pucuk dedaunan. Aku adalah orang yang
terkaya di dunia.” Jadi, persoalan kaya itu persoalan perasaan. Buat apa kaya
materi, kalau miskin, kerdil jiwa? Rumah kaya gedung, mobil berbagai corak dan
merk. Duit, M M bahkan Triliun. Tapi ia tidak mampu menikmati fasilitas itu.
Duit di dompet banyak. Tapi kata dokter, Bapak tidak boleh makan daging, tinggi
darah, darah tinggi, tekanan. Dia bilang, konro saja dok. Ah... sama. Di
Makassar, pallu basah, tidak boleh. Coto, hmmm tidak bisa. Empangnya.... buh...
puluhan hektar, tapi kata dokter, Bapak tidak boleh makan kepiting. Alergi.
Udang, gatal. Minum susu, kencing manis. Jadi saya makan apa dok? Kata dokter
siput. Mobilnya, berbagai macam corak. Lankauser, Pajero, Trios. Tapi kata dokter,
Bapak tidak boleh naik mobil. Kenapa lagi dok? Bapak gejala lemah jantung.
Kalau mobil direm, Bapak kaget, is dead. Meninggal. Jadi gimana dong? Jalan
kaki saja pak, itupun harus pake sandal yang berduri. Hmmm... asam urat. Apa
guna kaya kalau miskin?
Ada orang
jangankan punya mobil, motor saja tidak ada. Dia pake sepeda. Dia bonceng
istrinya dengan sepeda. Mulai dari Masamba sampai palopo kota. Suaminya
ngos-ngosan. Eh...eh....eh.... huft.... kata istrinya, kenapa pak, capek yach?
Dia bilang ahh... tidak. Tanah pendakian saya anggap tanah datar saja asal
engaku berada di sisiku. Coba tuch Masya Allah. Subhanallah.... nikmat.
Dijalin
rumah tangga dengan penuh senyum. Suami ketika menatap istrinya, suami merasa
sejuk. Istri juga terasa sejuk perasaan. Saling membahagiakan. Itu namanya
kurrata a’yun. Makanya salah satu do’a: “yaa... Allah, jadikan keluargaku
penyejuk perasaanku. Aku sejuk menatap mereka, merekapun sejuk perasaannya
ketika hadir aku di sisinya. Aku bahagia karena dia, diapun bahagia karena aku.
Bahagia dunia dan akhirat. Coba gitu nikmatnya. Udah shalat berjamaah,
salam-salaman kata istrinya cium tangannya Bapak, cium. Beh bahagianya.
Jadi
bukan penentu utama dan pertama banyaknya materinya orang lantas mudah
tersenyum. Belum tentu. Banyaknya isak tangis kedengaran di rumah mewah. Dan
terlalu banyak orang tersenyum justru tinggal di gubuk reok. Jadi tergantung
kita menata. Sebagai orang bertaqwa, Ta Tawadhu’. Qaf, Qana’ah. Merasa cukup
apa yang dimiliki. Tapi bukan berarti jangan cari dua kalau ada satu. Ada dua
bukan berarti jangan cari tiga. Silahkan cari, cari, cari. Tapi jalan halal,
tidak ketemu, syukuri apa yang ada. Itu namanya Qana’ah. Ingin dicukupkan oleh
Allah kebutuhannya? Qala Rasulullah SAW: “Man qara’a suratil waakiah fi kulli
lailatin lamtusib’hu faakatun abadaa.” Siapa orang membaca suratul waakiyah
setiap malam, tidak akan mungkin ditimpa kemiskinan selamanya. Baca suratul
waakiyah. Tidak mungkin miskin selamanya. Allah akan cukupkan kebutuhannya.
Coba baca suratul waakiyah setiap malam. Kalau Ibu Bapak ngomong, kenapa
Amirullah Amri tidak kaya raya? Memang, Rasul tidak bilang kaya. Dia bilang
Rasul, tidak miskin. Kalo bapak ibu pake baju, saya juga pake, sekalipun
murahan. Ibu bapak punya rumah, saya juga ada tempat bernaung meskipun kecil.
Bapak-bapak ibu-ibu ke tanah suci bayar sendiri, saya juga berangkat meskipun
dibayarkan. Pernah saya ditanya, ustadz, udah berapa kali ke tanah suci ustadz?
Sya bilang. Mudah-mudahan bukan merupakan riya saya berlindung kepada Allah.
Saya betul-betul tidak hitung lagi berapa kali ke tanah suci. Kenapa? Karena
hamper setiap bulan. Kenapa bisa ustadz? Karena saya sudah ada travel sendiri.
Jadi kalu mo berangkat, berangkat lagi. Jadi kalo misalnya ada bapak tidak
masuk lagi di Departemen Agama karena musti nunggu, musti antri. Lewat ONH
Plus. Gimana caranya? Telepon Amirullah Amri. Ada orang berduit, pak kenapa sih
belum ketanah suci? Dia bilang ada panggilan ustadz. Loh, belum ada panggilan?
Iya ustadz. Bapak sudah mendaftar belum? Belum pernah mendaftar ustadz.
Bagaimana mo dipanggil...? musti mendaftar dulu, bayar dulu. Tapi nomor kursi
belum berangkat tahun itu, baru ngomong belum ada panggilan. Enak saja belum
pernah mendaftar baru mau dipanggil. Bagaimana bisa? Astaghfirullah.
Ibu-ibu...
masih banyak yang belum ke tanah suci yach? Jual gelangnya. Tidak ada gelang,
jual rumahnya. Kalau lima, dijual satu kan masih ada empat. Tapi kalo satu
rumah baru dijual, tidak betul. Orang udah pada berhenti nangis di padang
arafah, dia masih nangis terus. Sampai didekati sama pembimbing agamanya.
Bu...bu.. kenapa sih terlalu lama menangis? Terlalu khusuk yah dzikirnya? Dia
bilang bukan pak ustadz. Yang saya pikirkan, kalo saya pulang aji, saya mau
tinggal dimana lagi, karena rumah saya saya jual. Yang disuruh ke tanah suci
itu, yang istitha’ah. Yang sanggup, yang mampu. Mampu materi, mampu fisik,
mampu ilmu. Hem... berangkat. Tidak berangkat, tidak Haji, padahal mampu,
muncul ajal, “man malaka zaadan waraahilatan tubhalliguu ila baitillah fala
yahujja, fala alaihi ayyamuta yawdian aw nazraaniyyan.” Siapa orang yang
dilapangkan rezkinya oleh Allah pantas untuk sampai ke ka’bah baitullah, tapi
dia tidak Haji muncul ajalnya, tidak ada halangan baginya mati yahudi atau mati
nazara. Nadzubillah-summa naudzubillah. Makanya, jangan ditunda lagi. Dia
bilang, saya udah punya duit ustadz, Cuma maslahnya, saya tidak hafal
do’a-do’anya itu. tidak perlu hafal, do’a itukan bisa buat sendiri. Tidak sama
shalat. Kalau shalat, musti tau niat, musti tau baca, musti tau berbuat. Kalau
Haji hanya dua, tau niat, tau berbuat sudah sah. Baca-bacanya, silahkan buat
sendiri. Ia. Ada jamaah saya, orang cina masuk Islam. itu perjalanan dari rukun
yamani ke hajratul aswad, itukan do’a sapu jagad. “Rabbanaa aatinaa....” iyakan
pak? Saya rasa kalo rabbanaa atinaa, biar anak kecil juga hafal. Tapi ini orang
mau terima beres saja. Dia ikut megang di kain ihram saya. dia bilang, saya
ikut saja terus sama ustadz. Apa yang dibilang ustadz saya ikut saja. Rabbana
atinaa saya udah teriak-teriak. “Rabbanaa aatinaa...” tuh kan... “Rabbanaa
aatinaa...” dia juga ikut. Saya bilang “Rabbanaa” dia bilang “Lambanaa.”
Rabbanaa dia lambanaa. Tapi orang is.. orang...orang bukan Islam masuk Islam,
jadi wajar. Yang lain jamaah. Kenapa gitu? loh udalah, nanti Allah yang nilai.
Kemampuannya hanya samapi disitu. Kecuali bapak, dari sononya Islam baru salah,
jangan! Ini baru kemaren, apa lagi lidahnya itu, orang china kan kadang susah
sebut huruf R. rabbanaa dia bilang Lambanaa... hehehehe... lambana. Sampai
hajratul aswad kan gini Bismillahi Allahu Akbar. Dia bilang allahuacbal....
Saya
ulangi, Taqwa itu qaf. Qana’ah, merasa cukup apa yang ia miliki. Nah...
mensyukuri nikmat Allah, pakai harta itu, jadikan harta itu sebagai batu
loncatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jangan justru harta itu membuat
semakin jauh dari Allah. Harta itu yang membuat... astaghfirullahal adzim...
lupa Allah, lupa agama, anak-anak tidak ada yang shalat, tidak ada yang ngaji.
Kacau rumah tangga. Naudzubillah.
Hem Ta, Tawadhu’. Qaf, Qana’ah. Kemudian Wau,
Waunya Taqwa. Wau itu dari kata Wara’a itu adalah, punya sifat kehati-hatian.
Kalo saya berteman dengan orang ini, saya, salah sedikit saya juga tergelincir
ke lembah dosa. Maka lebih baik saya hindari deh. Saya tidak usah berteman
dengan orang seperti ini. ini namanya Wara’a. hem jadi, orang bertaqwa itu.
Tawadhu’, Qana’ah, Wara’ah kemudian huruf terakhir. Alif, dari kata ikhlas.
Ikhlas itu, tidak ada defenisinya pak. Apa ikhlas? Tidak ada yang
mendefenisikan. Dia bilang si Anu sangat ikhlas. Tidak ada yang tahu
keikhlasannya orang kecuali, Allah. Imam Ghazalih Hujjatul Islam ia berjumpa
dengan Allah. Tentu perjumpaannya dengan bentuk rahasia. Sehingga tidak bisa dilafaskan
dengan kata-kata seperti apa? Karena Allah rahasia, perjumpaannya juga rahasia.
Ditanya, Ghazalih, tahukah amalmu kau bisa jumpa denganku? Kata Imam Ghazali,
mungkin karena tahajjudku ya Allah setiap malam. Kata Allah, belum aku nilai
tahajjudmu. Mungkin shalat dhuhaaku setiap hari? Juga belum mendapat penilaian.
Mungkin puasa sunnatku senin dan kamis? Juga belum dinilai. Kaget Imam Ghazali,
kalau gitu, apaku dong yang dinilai dariku? Sampai aku bisa jumpa dengan-Mu
ya... Allah? Kata Allah, disuatu saat engkau menulis, terus seekor lalat mampir
di polpenmu, di penamu. Kau hentikan pulpenmu, kau tidak gerakkan karena kau
mengizinkan lalat itu menikmati apa yang mau dinikmati dari pulpenmu itu.
inilah amalmu yang aku nilai ikhlas, menyebabkan engkau bisa jumpa denganku.
Ada
sahabat yang amat dekat dengan Rasulullah, namanya Kirqira. Sopirnya Rasul.
Kalau Rasul naik kendaraan, dia yang nyetir. Kendaraan pada waktu itu kan onta.
Dia tarik tali onta. Dia sopirnya Rasul. Tapi ketika meninggal, kata Rasul:
“Hua finnar.” Dia di neraka. Kaget semua sahabat, loh kok neraka Rasul? Orang
dekat kepada Rasul, kenapa Rasul? Kata Rasul, kau periksa tubuhnya. Setelah
diperiksa tubuhnya, ada mantel curian dia selipkan di punggungnya. Baru saja
mencuri mantel, meninggal. Maka perbuatan terakhirnya mencuri, neraka. Makanya,
belum bisa kita menarik kesimpulan dari sekarang. Siapa yang selamt, siapa yang
celaka, biarkan sampai tarekan nafas terakhir. Jangan sorbannya panjang,
tasbihnya dua, kiri-kanan pake tasbih. Lantas sudah selamat, oh belum tentu.
Persoalan keikhlasan kita tidak tau, ikhlas apa tidak. Lalu bagaimana di akhir
hayatnya kita belum ngerti. Yang peminum, pejudi, yang rampok, yang curang,
mudah-mudahan dia tobat. Mudah-mudahan dia tobat dan diakhir hayatnya,
menghembuskan nafas terakhir dengan kebaikan maka selamatlah dia. Maka salah
satu do’a, “ya Allah, jadikan kami hambamu yang diakhiri nafas terakhir dengan
kebaikan.”
Terakhir
saya sampaikan, jadi tema pembahasan pada pagi hari ini, mengaktualkan
nilai-nilai isra’ dan Mi’raj untuk meningkatkan Iman dan taqwa. Iman itu
sesungguhnya naik turun, tidak mencuri yang pencuri kalo imannya ada. Tidak
korupsi yang koruptor kalo imannya ada. Kalo imannya keluar, baru ia lakukan.
Karena Iman itu naik turun, perlu dijaga, perlu dipagari. Apa pagarnya? Imam
Ghazali Hujjatul Islam menawarkan empat hal. Peliharalah Iman itu dengan empat
hal.
Satu.
Tadabbarul Qur’an. Senantiasalah mengaji dan mengkaji Al-Qur'an. Rupanya
Rasulullah SAW. Tidak tidur sebelum menyelesaikan membaca enam surah. Satu,
suratul kahfi, biar diselimuti cahaya sampai pecan depan. Cahaya disitu bukan
bersinar seperti cahaya listrik, tapi cahaya bermakna ketenangan, ketentraman,
sama kalo orang do’a, “allahumma je’alfi qalbi nuuraa.” Ya Allah, jadikan
hatiku cahaya. Bukan dadanya bersinar, tapi selalu tenang perasaannya. Suratul
kahfi. Yang kedua surah yasin, penolak bala. Yang ketiga Ad-dhuhon, perisai
antara si pembaca dengan apinya neraka. Yang keempat, surah Ar-rahman, biar
berberkah, tentram, aman, damai, bahagia, rumah tanggahnya, surah Ar-rahman.
Udah empat. Yang kelima, suratul Wakiyah, biar dicukupkan kebutuhan ekonominya
oleh Allah. Biar sedikit kalo cukup. Udah lima. Yang keenam, suratul Mulki.
Tabaraklladsi biadihil mulk. Biar dimudahkan ketika sakratul maut. Enam surah
yang dibaca Rasulullah lalu tidur. Nah... disuatu saat Rasul panggil istrinya,
“ya... Aisyah ta’Ali. Aisyah, la Tanami hatta tahtamil qur’an.” Kau jangan
tidur Aisyah, sebelum tamat membaca qur’an. Loh tammat? He’em tammat. “Yaa
Rasul, fidaka abi’i wa ummi la ukduri hasa sa’a.” bapak dan Ibuku jadi taruhan,
saya tidak bisa tammat qur’an baru tidur ya Rasul. Kata Rasul “Aisyah, iza
qara’ti qulhuwallahu ahad dsalasa maraatin. Faqa’annakii qara’al qur’ana
ajma’a.” kalau engkau membaca qulhuwallahu ahad tiga kali, maka engkau
seakan-akan tammat qur’an. Malah, Aisyah, kumpulkan kedua telapak tanganmu,
lalu kau baca qulhuwallahu ahad tiga kali, tambah qul a’udzu birabbil falaq,
qul a’udzu birabbinnas, lalu kau tiup. Hufts.... usapkan ke seluruh tubuhmu
yang mampu kau raba, lalu kau tidur. Maka amanlah engakau dari dua bahaya, aman
dari bahaya lahiriyah, sementara tidur ditikam. Kau aman dari bahay batiniyah,
kena santet, orang Sulawesi bilang doti. Makanya, sebelum tidur, doti duluan,
doti do'a tidur.
Rasul,
baca enam surah baru tidur. Ibu-ibu, selesaikan juga enam judul sinetron baru
tidur. Jam enam sampai jam tujuh maghrib,sinetron pertama tarzan cilik. Jam
tujuh sampai jam delapan, sinetron kedua, suami-suami takut istri. Sinetron
ketiga, apa? Muslimah. Jam sepuluh sampai jam sebelas, dewi. Jam sebelas sampai
jam dua belas, aku diatas, engkau dibawah. Enam judul sinetron selesai baru
tidur. Rasul enam surah. Ibu, enam judul sinetro. Tapi bukan ibu-ibu disini,
ibu-ibu ditempat lain.
Saya rasa
inilah yang sempat saya sampaikan, maaf atas segala kekurangan, terima kasih
banyak atas seluruh perhatiannya, kalau kebenaran yang saya sampaikan, pasti
datang dari Allah. Kalau ada salah dan kekurangan, saya Amirulah Amri manusia
biasa sering salah, semoga kesalahan yang saya perbuat Allah mema’afkan
hambanya. Sebagai kata kunci, pingin selamat? Sembah Allah, muliakan sesamnya.
Sekian dan demikian, sampai jumpa dilain waktu dan kesempatan, saya Amirullah
Amri.